Pertanyaan :
bagaimana hukum percikan air pertama setelah basuhan tanah pada menyucikan
benda terkena anjing ?
Jawab :
Dalam kitab Syarh al-Mahalli ‘ala al-Minhaj disebutkan :
(وَالْأَظْهَرُ
طَهَارَةُ غُسَالَةٍ تَنْفَصِلُ بِلَا تَغَيُّرٍ وَقَدْ طَهُرَ الْمَحَلُّ) لِأَنَّ
الْمُنْفَصِلَ بَعْضُ مَا كَانَ مُتَّصِلًا بِهِ وَقَدْ فُرِضَ طُهْرُهُ
“Menurut pendapat
yang lebih zhahir, suci air pembasuh najis yang sudah terpisah apabila tidak
berubah dan sudah suci mahal (benda yang dibasuh), karena air yang sudah
terpisah tersebut merupakan sebagian dari air yang masih bersambung dengan mahal.
Sedangkan mahal itu memang sudah suci.”
Selanjutnya al-Mahalli
menjelaskan dua pendapat lain yang berbeda dengan pendapat di atas, yakni pendapat
yang mengatakan najis air pembasuh najis. Pendapat lain lagi yaitu qaul
qadim yang mengatakan suci menyucikan.[1]
Berdasarkan pendapat yang
dianggap lebih rajih oleh al-Nawawi di atas (pendapat yang lebih zhahir di atas),
maka hukum air yang sudah dipakai untuk membasuh najis tergantung kepada
kesucian benda yang sudah dibasuh dengan air itu sendiri. Karenanya, apabila
benda yang sudah dibasuh dengan air tersebut sudah dihukum suci, maka air yang
sudah digunakan untuk membasuhnya, hukumnya juga suci. Hal ini juga berlaku
bagi air yang sudah digunakan untuk membasuh najis berat seperti anjing dan
babi. Dengan demikian, air basuh najis berat seperti anjing dan babi yang pertama
sampai dengan ke- enam, hukumnya adalah najis karena membasuh pertama sampai
dengan ke-enam belum menyucikan najis. Sedangkan air basuh yang ketujuh adalah
suci karena mahalnya sudah suci. Kesimpulan
ini sesuai dengan pensyarahan dari ‘Amirah terhadap penjelasan al-Mahalli di
atas, yakni sebagai berikut :
قَوْلُ الشَّارِحِ (وَفِي الْقَدِيمِ أَنَّهَا مَطْهَرَةٌ) يُعَبَّرُ
عَنْ هَذَا بِأَنَّ لِلْغُسَالَةِ حُكْمَ نَفْسِهَا قَبْلَ الْوُرُودِ، وَعَنْ الثَّانِي
بِأَنَّ لَهَا حُكْمَ الْمَحَلِّ قَبْلَ الْوُرُودِ وَعَنْ الْأَوَّلِ بِأَنَّ لَهَا
حُكْمَ الْمَحَلِّ بَعْدَ الْوُرُودِ، وَعَلَى هَذِهِ الْأَقْوَالِ يَنْبَنِي حُكْمُ
الْمُتَطَايِرِ مِنْ غَسَلَاتِ الْكَلْبِ، فَلَوْ تَطَايَرَ مِنْ الْأُولَى فَعَلَى
الْأَظْهَرِ يُغْسَلُ سِتًّا، وَعَلَى الثَّانِي سَبْعًا، وَعَلَى الْقَدِيمِ لَا شَيْءَ.
“Perkataan
pensyarah “Menurut pendapat qadim, air basuhan najis adalah suci menyucikan”, di’ibarat
dari ini (qaul qadim) dengan “Bagi air basuhan najis adalah hukum dirinya
sendiri sebelum datang kepada mahal”. Di’ibarat dari qaul kedua (qaul najis)
dengan “Bagi air basuhan najis adalah hukum mahal sebelum datang air” dan ‘ibarat dari qaul pertama (qaul azhhar/rajih
di atas) dengan “Bagi air basuhan najis adalah hukum mahal sesudah datang air
kepada mahal.” Berdasarkan pendapat-pendapat ini, maka dibangun
pendapat-pendapat mengenai hukum percikan-percikan dari bekas basuhan anjing. Maka
seandainya percikan air itu dari membasuh pertama kalinya, maka berdasarkan
pendapat azhhar, hendaknya dibasuh enam kali, berdasarkan pendapat kedua, maka dibasuh tujuh
kali dan berdasarkan pendapat qadim tidak perlu dibasuh sama sekali.”[2]
Kesimpulan
1.
Berdasarkan pendapat yang
kuat dalam mazhab Syafi’i, air percikan dari basuhan najis anjing adalah najis apabila
percikan itu datang dari membasuh pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan
ke-enam. Najisnya ini karena mahalnya belum suci.
2.
Air basuhan najis anjing
ketujuh adalah suci
3.
Air percikan dari basuhan
najis anjing yang pertama wajib dibasuh enam kali, dan yang kedua wajib dibasuh
lima kali, yang ketiga wajib dibasuh empat kali, yang keempat wajib dibasuh
tiga kali, yang kelima wajib dibasuh dua kali dan yang ke-enam wajib dibasuh
satu kali.
[1] Jalaluddin al-Mahalli, Syarh al-Mahalli ‘ala
al-Minhaj, (dicetak pada hamisy Qalyubi wa ‘Amirah) Dar Ihya al-Kutub
al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 75
sumber:http://kitab-kuneng.blogspot.com/2015/04/hukum-air-percikan-basuh-najis-berat.html
0 comments:
Post a Comment