Meterai dan Sahnya Perjanjian
Penggunaan
 Meterai tempel bernilai Rp 6.000 maupun Rp 3.000 adalah penggunaan yang
 sudah sering dilakukan setiap orang dewasa ini, atau dengan kata lain 
sudah bukan merupakan penggunaan yang asing lagi dalam masyarakat.
Kehadiran
 Meterai Rp 6.000 maupun Materai Rp 3.000 disetiap transaksi yang 
melibatkan sejumlah uang tertentu, selalu kita rasakan dalam kehidupan 
sehari-hari, selain itu juga penggunaan meterai yang paling dirasakan 
kehadirannya adalah penggunaan meterai yang dilakukan oleh masyarakat 
dalam setiap transaksi yang dilakukan dengan pembuatan 
perjanjian-perjanjian, baik itu perjanjian jual beli, sewa menyewa, 
perjanjian kerja, surat kuasa dan lain sebagainya.
Bahkan
 saat ini banyak masyarakat yang berpendapat atau beranggapan bahwa 
tanpa meterai maka perjanjian yang telah dibuat akan menjadi tidak 
sah, dan karena yakinnya akan hal tersebut, tidak sedikit masyarakat 
yang rela membuat ulang perjanjian mereka hanya karena kelupaan dalam 
pemberian atau menempelkan meterai dalam perjanjian yang dibuat. Selain 
itu ada juga masyarakat yang tidak mau memenuhi janjinya sebagaimana 
yang telah dituangkan dalam perjanjian yang telah dibuat dengan alasan 
perjanjian yang dibuat itu tidak sah karena tidak ada meterai-nya.
Hal
 inilah yang kemudian membuat penulis tertarik untuk mengangkat tulisan 
dengan judul “Apa dan bagaimana Meterai digunakan?”. Namun sebelum 
penulis lebih jauh menguraikan tentang judul tulisan kali ini, sekiranya
 penting untuk coba meluruskan tentang persepsi masyarakat yang 
menyatakan bahwa tanpa meterai maka suatu perjanjian akan dinyatakan 
tidak sah.
Perlu
 diketahui dan dipahami oleh masyarakat bahwa ada atau tidaknya sebuah 
meterai dalam sebuah perjanjian bukanlah suatu syarat yang menjadi 
parameter untuk mengatakan suatu perjanjian itu menjadi sah atau tidak 
sah. Karena syarat sahnya suatu perjanjian telah diatur dengan jelas 
pada pasal 1320 KUHPerdata, dimana dalam pasal ini dinyatakan bahwa 
suatu perjanjian dikatakan sah apabila telah memenuhi 4 unsur, yaitu;
 1) Adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian,
 2) Adanya kecakapan hukum antara mereka yang membuat suatu perjanjian,
 3) Adanya suatu hal tertentu (objek tertentu), dan
 4) Adanya suatu sebab yang halal (tidak bertentangan dengan undang-undang) 
Apa itu Meterai ?
Meterai atau yang biasa diucapkan olah banyak orang sebagai “Materai”
 ,  sebenarnya yang dimaksud adalah benda meterai, dimana benda meterai 
tersebut terdiri dari meterai yang ditempelkan dan meterai yang berupa 
kertas atau yang biasa disebut orang sebagai kertas segel.
Adapun
 penetapan terhadap benda meterai ini oleh Pemerintah dalam hal ini 
Menteri Keuangan, adalah sebagai cara pelunasan terhadap pengenaan pajak
 atas dokumen. Yang mana penetapannya dimaksudkan sebagai salah satu 
cara perwujudan peran serta masyarakat dalam Pembangunan Nasional.
Selanjutnya
 penyebutan terhadap pengenaan pajak atas dokumen ini dikenal sebagai 
BEA METERAI, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 
1985 tentang Bea Meterai, yang untuk pelaksanaannya juga telah 
ditetapkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1995 dan sebagaimana telah 
dirubah dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2000 tentang Perubahan 
Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang 
dikenakan Bea Meterai.
Dalam
 Peraturan Perundang-undangan Bea Meterai diatas telah dijelaskan bahwa 
Bea Meterai dikenakan atas dokumen, yang mana dalam pengenaannya 
menggunakan prinsip satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai,  
sementara rangkap/ tindasan (yang ikut ditandatangani)  juga terutang 
Bea Meterai dengan tarif yang sama dengan aslinya.
Sebagaimana
 disebut diatas bahwa Bea Meterai dikenakan terhadap suatu dokumen, 
dimana pengertian dari dokumen itu sendiri adalah kertas yang berisikan 
tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau 
kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. 
Dokumen-dokumen yang dimaksud atau yang dikenakan Bea Meterai adalah 
sebagai berikut:
a.
 Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan 
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan 
atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah uang, yaitu;
1) yang menyebutkan penerimaan uang
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep,
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun,
g. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :
1) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2)
 surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan 
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang 
lain, selain dari maksud semula.
Adapun pengenaan Bea Meterai terhadap dokumen- dokumen tersebut diatas, baru akan terutang pada saat;
- Dokumen itu diserahkan, jika dokumen dibuat oleh satu pihak,
 - Dokumen selesai dibuat, jika dibuat lebih dari satu pihak,
 - Saat digunakan di Indoesia, jika dibuat diluar negeri.
 
Selain dokumen yang dapat dikenakan Bea Meterai, juga telah diatur dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai, yaitu antara lain;
1. Dokumen berupa;
a) surat penyimpanan barang;
b) konosemen;
c) surat angkutan penumpang dan barang;
d) keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.
e) bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
f) surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman;
g) surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud diatas.
2.
 Segala bentuk ijazah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat 
Tanda Tamat Belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu
 pendidikan, latihan, kursus dan penataran.
3.
 Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran
 lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang
 diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu;
4. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan bank;
5.
 Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang 
dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan 
bank;
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;
7.
 Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang tabungan kepada 
penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan dan lainnya yang bergerak 
di bidang tersebut;
8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian;
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Seperti
 yang telah disebutkan sebelumnya bahwa meterai atau benda meterai 
terdiri dari meterai yang ditempelkan dan yang berupa kertas. Meterai 
yang ditempelkan adalah meterai yang penggunaannya direkatkan ditempat 
dimana tanda tangan akan dibubuhkan. Pembubuhan tanda tangan harus 
disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan 
tinta atau sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada diatas
 kertas dan sebagian lagi di atas Meterai tempel. Jika digunakan lebih 
dari satu Meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas
 semua Meterai tempel dan sebagian di atas kertas. Dan yang perlu pula 
diingat dalam penggunaan meterai tempel ini adalah perekatan meterai 
tempel dilakukan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen 
yang dikenakan bea Meterai.
Sementara
 kertas Meterai, penggunaannya dilakukan dengan cara penulisan isi 
dokumen diatas kertas meterai secara langsung, jika isi dokumen yang 
ditulis diatas kertas meterai tersebut ternyata terlalu panjang, maka 
isi dokumen yang masih tertinggal dapat digunakan diatas kertas yang 
tidak bermeterai. 
Perlu
 juga diketahui bahwa dalam penggunaan meterai tempel maupun kertas 
meterai pada dokumen yang dikenakan bea meterai tidak boleh dilakukan 
pada meterai tempel dan kertas meterai yang sudah digunakan.
Apabila
 penggunaan meterai digunakan tidak sesuai dengan sebagaimana hal-hal 
yang telah diuraikan diatas maka konsekuensinya terhadap dokumen yang 
diberikan meterai tersebut baik tempel maupun kertas meterai akan 
dianggap tidak bermeterai, hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 
ayat 3 UU No. 13 tahun 1985.
Selain
 dengan cara tempel dan kertas meterai, penggunaan meterai juga dapat 
dilakukan dengan cara pemeteraian kemudian, yaitu suatu cara pelunasan 
Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atau permintaan pemegang 
dokumen yang Bea Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
Pemeteraian kemudian dilakukan atas;
- Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan.
 - Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
 - Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
 
Kemudian
 lebih lanjut lagi dalam UU No 13 Tahun 1985, selain dengan benda 
meterai, pelunasan bea meterai juga dapat dilakukan dengan cara lain. 
Cara lain yang dimaksud adalah cara dengan tidak menggunakan benda 
meterai yang  mana cara yang tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan, 
contohnya seperti mesin teraan meterai atau alat lain dengan ijin 
menteri keuangan.
Pada
 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea 
Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea 
Meterai, mengatur tentang tarif dari Bea Meterai dan bagaimana cara 
penerapannya. Dimana Tarif Bea Meterai itu sendiri dibagi atas 2 tarif, 
yaitu; Meterai Rp 6.000 dan Meterai Rp 3.000.
Meterai 6.000 dikenakan atas dokumen-dokumen sebagai berikut;
a.
 Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, 
surat hibah, dan surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk 
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau 
keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
1) yang menyebutkan penerimaan uang
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
g. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :
1) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2)
 surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan 
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang 
lain, selain dari maksud semula.
Sementara untuk meterai dengan tarif Rp 3.000,- dikenakan atas dokumen-dokumen sebagai berikut;
a.
 surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 
250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 
1.000.000,- (satu juta rupiah);
1) yang menyebutkan penerimaan uang
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
b.
 surat berharga seperti wesel, promes, aksep yang harga nominalnya lebih
 dari Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih
 dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
c.
 efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya 
lebih dari Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak 
lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
d. Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapapun.
Apabila
 suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai nominal tidak 
lebih dari Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah), maka atas 
dokumen tersebut tidak terutang Bea Meterai.
Penutup
Demikianlah
 sekilas tentang Apa dan bagaimana Meterai digunakan, dan pada bagian 
akhir dari tulisan ini, kembali penulis ingin sampaikan bahwa sah 
tidaknya suatu perjanjian bukanlah karena ada atau tidaknya meterai 
dalam suatu dokumen perjanjian. Namun Meterai digunakan sebagai Bea 
Meterai atau pajak atas suatu dokumen dimana keberadaannya adalah 
sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam Pembangunan Nasional.
Dan
 juga yang sekiranya sangat perlu diperhatikan adalah bagaimana 
penggunaan dari meterai itu sendiri, karena jika penggunaannya dilakukan
 tidak sesuai dengan ketentuannya maka konsekuensinya akan timbul pada 
status pajak dari suatu dokumen, yaitu suatu dokumen dianggap tidak 
bermeterai atau dengan kata lain Bea Meterainya belum lunas. 
Jika
 Bea Meterai suatu dokumen dinyatakan tidak bermeterai/ belum lunas atau
 kurang dibayar, maka konsekuensi selanjutnya yang akan timbul adalah 
suatu dokumen tersebut tidak dapat diterima, dipertimbangkan atau 
disimpan oleh pejabat pemerintah, hakim, panitera, notaris dan pejabat 
umum lainnya. Dan dokumen tersebut juga oleh pejabat-pejabt dimaksud 
tidak dapat melekatkan dokumen tersebut pada dokumen lain yang 
berkaitan, atau dibuatkan salinan, tembusan, rangkapan maupun petikan 
serta tidak dapat juga diberikan keterangan atau catatan terhadap 
dokumen tersebut. 
Untuk
 itu, walaupun bukan sebagai syarat sahnya perjanjian, meterai juga 
tidak dapat disepelekan. Sehingga tidak ada salahnya kalau kita ijuga 
kut berperan serta atau mengambil bagian dalam Pembangunan Nasional 
Indonesia tercinta ini. Dan kalaupun meterai terlupakan dalam pembuatan 
suatu dokumen atau ternyata kurang dibayarkan, kita tidak perlu 
melakukan pengulangan terhadap pembuatan suatu dokumen tersebut, namun 
kita dapat melakukan pemeteraian kemudian dengan tidak lupa membayar 
dendanya sebesar 200% dari tarif meterai yang seharusnya dikenakan. 
Demikian penjelasan tentang Aturan Penggunaan Materai. Artikel ini bersumber dari http://www.inclaw-hukum.com/index.php/hukum-pajak/87-apa-dan-bagaimana-meterai-digunakan- 

2 comments:
apabila materai lama ini sudah tidak berlaku, kemudian ditukarkan dengan yang baru bisa ya min??
Jual Materai 6000 baru
Grosir Materai 6000
gallery produk materai 6000
cara pemesanan materai 6000
Post a Comment