Tuesday, October 1, 2013

Negeri-negeri Yang Telah Dibinasakan Bagian Ke-7




Kaum Saba Dan Banjir Arim

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasan Allah) di tempat kediaman mereka
yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri (kepada mereka dikatakan): “ Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun-kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dri pohon Sidr ( QS Saba’ 15-16).


Kaum Saba adalah satu diantara empat peradaban besar yang hidup Arabia Selatan. Kaum ini
diperkirakan hidup sekitar sekitar 1000-750 SM dan hancur sekitar 550 M setelah melalui penyerangan selama dua abad dari Persia dan Arab.

Masa keberadaan dari peradaban Saba menjadi pokok pembiacaran dari banyak diskusi. Kaum
Saba mulai mencatat kegiatan pemerintahannya sekitar 600 SM, Inilah sebabnya tidak terdapat catatan tentang mereka sebelum tahun tersebut.

Sumber tertua yang menyebutkan tentang kaum Saba adalah catatan tahunan keajadian perang
yang ditinggalkan dari masa raja Asyiria Sargon II (722-705 SM). Sargon mencatat orang-orang yang  membayar pajak kepadanya, ia juga menyebutkan bahwa raja Saba yaitu Yith’i-amara (It’amara). Catatan ini merupakan catatan tertulis tertua yang memberikan informasi tentang peradaban Saba. Namun belumlah tepat untuk menarik kesimpulan bahwa kebudayaan Saba dirintissekitar 700 SM hanya dengan mendasarkan pada data ini saja, sangatlah mungkin bahwa kaum Saba telah hidup dalam jangka waktu yang sangat panjang sebelum dicatat dalam catatan tertulis. Hal ini berarti bahwa sejarah Saba mungkin lebih tua dari yang disebutkan diatas. Dalam prasasti Arad-Nannar, seorang raja terakhir dari negara Ur, digunakan kata “Sabum” yang diperkirakan berarti “ negeri Saba”i. Jika kata ini berarti Saba, maka hal ini menunjukan bahwa sejarah Saba mundur ke belakang pada tahun 2500 SM.

Sumber-sumber sejarah yang menceritakan tentang Saba biasanya mengatakan bahwa Saba
memiliki sebuah kebudayaan seperti Phoenician, khususnya terlibat dalam kegiatan perdagangan. Menurut sumber ini, kaum Saba memiliki dan mengatur sejumlah jalur perdagangan yang melintasi Arabia selatan. Biasanya orang-orang Saba menjual daganganya ke Mediterania dan Gaza demikian juga melintasi Arabi Selatan, di mana mereka telah menapatakan izin dari raja Sargon II penguasa dari
seluruh wilayah atau dengan membayar sejumlah tertentu pajak kepadanya. Ketika kaum Saba mulai membayar pajak kepada kerajaan Assyiria, maka nama mereka mulai tercatat dalam sejarah negeri ini.

Kaum Saba telah dikenal sebagai orang-orang yang beradab dalam sejarah. Dalam prasasti para
penguasa Saba, terdapat kata-kata seperti ; “mengembalikan”, “mempersembahkan’, dan “membangun”seringkali digunakan. Bendungan Ma’rib yang merupakan salah satu monumen terpenting dari kaum ini, adalah merupakan indikasi penting yang menunjukkan tingkatan teknologi yang telah diraih oleh kaum Saba. Namun hal ini tidak berarti bahwa angkatan bersenjata Saba adalah lemah. Bala tentara Saba adalah salah satu faktor terpenting yang memberikan sumbangan terhadap kelangsungan dan ketahanan kebudayaan mereka dalam jangka waktu yang lama tanpa keruntuhan.
Negara Saba memiliki tentara yang paling kuat di kawasan tersebut. Negara mampu melakukan politik ekspansi (meluaskan wilayah) berkat angkatan bersenjatanya. Negra Saba telah menaklukkan wilayah-wilayah dari negara Qataban Lama yang memiliki tanah yang luas di benua Afrika. Selama abad 24 SM dalam ekspedisi ke Magrib, angkatan bersenjata Saba mengalahkan dengan telak angkaan bersenjata Marcus Aelius Gallus, seorang Gubernur di Mesir dari Kekaisaran Romawi yang sesungguhnya merupakan negara yang terkuat pada saat itu. Saba dapatlah digambarkan sebagai sebuah negara yang menerapkan kebijakan yang moderat, namun mereka tidak akan ragu-ragu untuk menggunakan kekuatan bersenjata jika memang diperlukan. Dengan keunggulan kebudayaan dan militer, negara Saba merupakan salah satu “super power” di daerah tersebut kala itu.


Kekuatan angkatan bersenjata Saba yang sangat hebat juga disebutkan di dalam Al Qur’an. Sebuah ungkapan dari komandan tentara Saba yang diceritakan dalam Al Qur’an menunjukkan rasa prcaya diri yang sangat besar yang dimiliki oleh tentara Saba. Sang Komandan berkata kepada sang ratu penguasa Saba ;” Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuaan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat ( dalam peperangan), dan keputusan berada ditanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan”. ( QS an Naml 33).

Ibukota dari Saba dalah Ma’rib yang sangat makmur, berkat letak geografisnya yang sangat
menguntungkan. Ibukota ini sangat dekat dengan Sungai Adhanah. Titik dimana sungai bertemu Jabal Balaq sangatlah tepat untuk membangun sebuah bendungan. Dengan memanfaatkan keadaan alam ini, kaum Saba membangun sebuah bendungan di tempat dimana peradaban mereka pertama kali berdiri, dan sistem pengairan merekapun dimulai. Mereka benar-benarr mencapai tingkat kemakmuran yang sangat tingi. Ibukotanya yaitu Ma’rib, adalah salah satu kota termodern saat itu. Penulis Yunani bernama Pliny yang telah mengunjungi daerah ini dan sangat memujinya, menyebutkan betapa menghijaunya kawasan ini.ii

Ketinggian dari bendungan di Ma’rib mencapai 16 meter, lebar 60 meter dengan panjang 620
meter. Berdasarkan perhitungan, total wilayah yang dapat diari oleh bendungan ini adalah 9.600 hektar, dengan 5.300 hektar termasuk dataran bagian selatan bendungan dan sisanya termasuk dataran sebelah barat seluas 4.300 hektar (pen). Dua dataran ini dihubungkan sebagai “ Ma’rib dan dua dataran tanah “ dalam prasasti Sabaiii. Ungkapan dalam Al Qur’an yang menyebutkan “ dua buah kebun disisi kiri dan kanan “menunjukkan akan kebun yang mengesankan dan kebun angur di kedua lembah ini. Berkat bendungan ini dan system pengairan tersebut maka daerah ini sangnat terkenal memiliki pengairan yang terbaik dan kawasan paling subur di Yaman. J. Holevy dari Perancis dan Glaser dari Austria membuktikan berdasarkan dokumen tertulis bahwa bendungan Ma’rib telah ada sejak jaman kuno. Dalam dokumen tertulis dalam dialek Himer dihubungkan bahwa bendungan ini yang menyebabkan kawasan ini sangat produktif.
 
Bendungan Ma’rib yang telah mereka bangun dengan teknologi yang sangat maju, maka kaum Saba pun menjadi
pemilik sistim pengairan yang luas dan maju. Tanah yang subur dan mereka usahakan dan penguasaan mereka atas
jalur perdagangan memberikan mereka gaya hidup yang luar biasa dan yang mewah. Namun, mereka kemmudian
“berpaling” dari Allah yang seharusnya mereka harus bersyukur atas semua kemurahan yang diberikan-Nya,
Karenanya bendungan merekapun runtuh dan “banjir Arim” menghancurkan semua hasil pencapaian mereka.
Bendungan ini diperbaiki secara besar-besaran selama abad 5 dan 6 M. Namun demikian, perbaikan yang dilakukan ini ternyata tidak mampu memcegah keruntuhan bendungan ini tahun 542 AD. Runtuhnya bendungan tersebut mengakibatkan “banjir besar Arim” yang disebutkan dalam Al Qur’an serta mengakibatkan kerusakan yang sangat hebat. Kebun-kebun anggur, kebun dan lading-ladang pertanian dari kaum Saba yang telah mereka panen selama ratusan tahun benar-benar dihancurkan secara menyeluruh. Dan kaum Sab apun segera mengalami masa resesi yang terjadi setelah hancurnya bendungan tersebut. Negeri Saba berakhir dalam waktu tersebut yang dimulai dengan hancurnya bendungan.

 

Banjir Arim yang Dikirimkan Untuk Negeri Saba
Ketika kita mempelajari Al-Qur’an serta membandingkannya dengan catatan sejarah tersebut diatas, maka kita akan melhat kesamaan yang sangat mendasar dalam hal ini. Temuan arkeologis dan juga catatan sejarah membenarkan apa yang dicatat dalam Al Qur’an. Sebagaimana disebutkan alam ayat berikut, kaum ini yang tidak mendengarkan peringatan dari Nabi mereka dan yang menolak atas kepercayaan tersebut, akhirnya mereka dihukum dengan banjir bah yang mengerikan. Banjir ini disebutkan dalam Al Qur’an dalam ayat-ayat sebagai berikut :

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasan Allah) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri (kepada mereka dikatakan): “
Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang
Maha Pengampun”. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka
banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun-kebun mereka dengan dua kebun yang
ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan kami
tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang
sangat kafir. ( QS Saba’ 15-17).

Sebagaimana ditekankan dalam ayat-ayat diatas, kaum Saba yang hidup di suatu daerah yang
ditandai dengan keindahan yang luar biasa, kebun-kebun anggur yang subur. Terletak di jalur
perdagangan, negeri Saba memiliki standar kehidupan yang tinggi dan menjadi salah satu kota yang terkenal di masa itu

Disebuah negeri dengan standar kehidupan dan keadaan yang sangatlah bagus, apa yang sehausnya dilakukan oleh Kaum saba adalah untuk “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan)  Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya” sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas. Namun mereka tidak melakukannya. Mereka memilih untuk mengakui kemakmuran negeri yang mereka miliki aalah kepunyaan mereka sendiri, mereka merasa bahwa merekalah yang membuat semua keadaan yang luar biasa tersebut. Mereka memilh untuk menjadi sombong daripada bersyukur dan menurut ungkapan dalam ayat tersebut dikatakan, mereka “berpaling dai Allah”…

Karena mereka mengaku bahwa semua kekayaan adalah milik mereka, maka merekapun
kehilangan semua yang merek miliki. Di dalam Al Qur’an, hukuman yang dikirmkan kepada kaum Saba dinamakan “Sail al-Arim” yang berarti “banjir Arim”. Ungkapan yang digunakan dalam Al Qur’an juga menceritakan kepada kita bagaimana bencana ini terjadi. Kata “Arim” berarti bendungan atau rintangan. Ungkapan “ Sail al-Arim” menggambarkan sebuah banjir yang datang bersamaan dengan runtuhnya bendungan ini. Seorang pengamat Islam telah menetapkan tentang waktu dan tempat kejadian ini dengan petunjuk yang digunakan dalam Al Qur’am tentang banjir Arim. Mawdudi menulis dalam komentaranya:

Dalam ungkapan sail al-Arim kata “Arim” diturunkan dari kata “airmen” digunakan dalam dialek Arabia selatan yang bearti “bendungan,rintangan” Dalam reruntuhan yang tersingkap dalam penggalian yang dilakukan di Yemen, kata ini tampaknya sering digunakan dalam pengertian ini. Sebagai contoh dalam prasasti Ebrehe (Abraha) yang dibuat oleh Habesh dari kerajaan Yaman , setelah dilakuakan restorasi terhadap dinding besar Ma’rib ditahun 542 dan 543 M, kata ini digunakan untuk pengertian bendungan waktu dan lagi. Sehingga ungkapan sail al-Arim berarti “ sebuah bencana banjir yang terjadi setelah runtuhnya sebuah bendungan.” “ Kami ganti kedua kebun-kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS Saba 16) . Setelah runtuhnya dinding bendungan , seluruh negeri digenangi oleh banjir . Saluran yang telah digali oleh kaum Saba dan juga dinding yang dibangun dengan mendirikan penghalang/perinrang antar gunung-gunung dihancurkan dan system pengairanpun hancur berantakan.Sebagi hasilnya, daerah yang semula berupa kebun yang subur berubah menjadi sebuah hutan. Tidak ada lagi buah yang tersisa kecuali buah seperti cheri dari tunggul pepohon keciliv.

 
Saat ini, bendungan kaum Saba yang terkenal kembali menjadi fasilitas pengairan ).

 
Reruntuhan bendungan Ma’rib yang tampak diatas adalah salah satu karya yang paling penting dari kaum Saba.
Bendungan ini runtuh dikarenakan banjir Arim yang disebutkan dalam Al Qur’an dan semua daerah pertaniannya
dilanda banjir. Daerah itu dihancurkan dengan runtuhnya bendungan. Negeri Saba kehilangan kekuatan
ekonominya dalam waktu yang sangat singkat dan dalam waktu yang tidak lama pula negeri ini dihancukan.


Werner Keller seorang ahli arkeologi Kristen penulis buku “ The Holy Book Was Right (Und die
Bible Hat Doch Recht) sepakat bahwa banjir Arim terjadi sebagaima disebutkan dalam Al Qur’an dan ia menulis bahwa keberadaan sebuah bendungan dan penghancuran seluruh negeri dikarenakan runtuhnya bendungan membuktikan bahwa contoh yang diberikan dalam Al Qur’an tentang kaum pemilik kebunkebun tersebut adalah benar-benar adanyav .

Setelah bencana banjir Arim, daerah tersebut muali berubah menjadi padang pasir dan kaum Saba kehilangan sumber pendapaan mereka yang paling penting dengan menghilangnya lahan pertanian mereka. Kaum yang tidak mengindahkan seruan Allah untuk beriman kepda-Nya dan bersyukur kepadaNya, akhirnya diazab dengan sebuah bencana seperti ini. Setelah penghancuran yang disebabkan oleh banjir, kaum Saba mulai terpecah-belah. Kaum Saba mulai meninggalkan rumah-rumah mereka dan berpindah ke Arabia Selatan, Makkah dan Syriavi.

Dikarenakan banjir ini terjadi setelah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, peristiwa banjir Arim
ini hanya disebutkan alam Al Qur’an.

Kota Ma’rib yang dulunya pernah dihuni oleh Kaum Saba, namun sekrang hanyalah sebuah
reruntuhan yang terpencil, tidaklah diragukan lagi bahwa ini merupakan peringatan bagi mereka yang mengulang kesalahan seperti yang dilakukan kaum Saba. Kaum Saba bukanlah satu-satunya kaum yang dihancurkan dengan banjir. Dalam Al Qur’an surat Al Kahfi diceritkan tentang kisah dua orang pemilik kebun. Satu diantaranya memiliki kebun yang sangat mengesankan dan produktif seperti halnya yang dimiliki oleh kaum Saba. Namun merekapun membuat kesalahan yang sama sebagiamana halnya mereka, berpaling dari Allah. Ia berpikir bahwa anugerah yang dilimpahkan kepadanya “menjadi milik” dari diriya sendiri (dia sendirilah yang menyebabkan kesemuanya itu, bukan karena Allah):

Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, kami jadikan
bagi seorang diantara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun , dan Kami alirkan sungai dicelah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayan yang besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mu’min) ketika ia bercakap-cakap dengan dia; “Hartaku lebih banyak dari hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.”. Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim kepada dirinya sendiri; Ia berkata :” Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepda Tuhanku, pasti aku akan mendapat kembali tempat yang lebih baik daripada kebun-kebun itu”. Kawannya (yang mu’min) berkata kepaanya sedang dia bercakapcakap dengannya: “ Apakah kamu kafir kepada (Tuhan ) yang menciptakan kamu dari tanah,kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?.  Tetapi aku (percaya bahwa); Dialah Allah, Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu masya allah tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah ?. Jika kamu anggap aku lebih kurang daripada kamu dalam hal harta dan anak., maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripda kebunmu (ini); dan mudahmudahan  Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebun-kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi”. Dan harta kekayaanya dibinasakan, lalu ia membolakbalikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap biaya yang telah dibelanjakannya untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata : “ Aduhai kiranya
dahulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku”. Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Disana pertolongan itu hanya dari Allah yang Hak . Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi Balasan. ( QS Al Kahfi 32-44).

Sebagaimana dapat dipahami dari ayat-ayat ini, kesalahan yang dilakukan oleh pemilik kebun
adalah mengingkari keberadaan Allah. Meski ia mengingkari keberadan Allah namun sebaliknya ia mengira bahwa “ meskipun jika dikembalikan kepada Tuhannya” ia akan mendapatkan balasan yang lebih baik. Ia yakin bahwa keadaan yang dialaminya, hanyalah tergantung dari kesuksesan usahanya sendiri.

Sebenarnya ini adalah berarti mempersekutukan Allah dengan orang/hal yang lain; mencoba untuk mengaku bahwa segala sesuatu yang dimiliki oleh Allah dan hilangnya rasa takut seseorang kepada Allah, berpikir bahwa seseorang memiliki keagungan atas diriya sendiri, dan Allah dengan cara-Nya “menunjukkan kemurahan” pada seseorang.

Hal inilah yang juga dilakukan oleh Kaum Saba, hukuman mereka adalah sama – semua daerah
kekuasaannya dihancurkan- sehingga mereka dapat memahami bahwa mereka bukanlah orang uang menjadi “pemilik “ kekuatan namun hanyalah “berkat” kepada mereka …..
____________________________________________________________
i “Seba”, Islam Ansiklopedi: Islam Alemi, Tarihi, Cografya, Etnografya ve Bibliyografya Lugati,
(Encyclopedia of Islam: Islamic World, History, Geography, Ethnography, and Bibliography Dictionary)
Vol. 10, p.268.
ii Hommel, Explorations in Bible Lands, Philadelphia: 1903, p.739
iii “Marib”, Islam Ansiklopedi: Islam Alemi, Tarihi, Cografya, Etnografya ve Bibliyografya Lugati, Vol. 7,
p. 323-339.
iv Mawdudi, Tefhimul Kuran, Cilt 4, Istanbul: Insan Yiyinlari, p.517.
v Werner Keller, Und Die Bibel hat doch recht (The Bible as History: a Confirmation of the Book of
Books), New York: William Morrow, 1956, p.207.
vi New Traveller’s Guide to Yemen, p.43

sumber : ais@agus-haris.net









0 comments:

Post a Comment

| Guru Madrasah Blog © 2013. All Rights Reserved | Template Style by My Blogger Tricks .com | Edited by Abdul Hanan | Back To Top |