Banjir Nabi Nuh
Banjir Nabi Nuh
Sebagaimana Banjir Nuh itu juga
dikisahkan dalam hampir seluruh kebudayaan manusia,
banjir Nuh adalah salah satu dari
sekian banyak contoh kisah-kisah yang paling banyak
diuraikan dalam al-Qur'an.
Kengganan umat Nabi Nuh terhadap nasehat dan peringatan dari
Nabi Nuh, bagaimana reaksi mereka
terhadap risalah Nabi Nuh, serta bagaimana peristiwa
banjir selengkapnya terjadi,
semuanya diceritakan dengan sangat detail dalam banyak ayat al-
Qur'an.
Nabi Nuh diutus untuk
mengingatkan umatnya yang telah meninggalkan ayat-ayat Allah
dan menyekutukanNya, dan
menegaskan kepada mereka untuk hanya menyembah Allah saja
dan berhenti dari sikap
pembangkangan mereka. Meskipun Nabi Nuh telah menasehati umatnya
berkali-kali untuk mentaati
perintah Allah serta mengingatkan akan murka Allah, mereka masih
saja menolak dan terus
menyekutukan Allah.
Tentang bagaimana kejadian itu
berkembang, dilukiskan dengan jelas dalam ayat-ayat
berikut:
Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata
“Hai kaumku,
sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain Dia. Maka
mengapa kamu tidak bertakwa (kepadaNya)?”. Maka pemuka-pemuka
orang yang kafir
di antara kaumnya menjawab: “Orang ini tidak lain hanyalah manusia
seperti kamu ,
yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu .
Dan kalau Allah
menghendaki , tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum
pernah kami
mendengar seruan (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami
yang dahulu. Ia
tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang be rpenyakit gila , maka
tunggulah
(sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu. Nuh berdoa, “Ya Tuhanku,
tolonglah aku
karena mereka mendustakanku” .(Al-Mukminun : 23-26)
Sebagaimana dikemukakan dalam
ayat-ayat tersebut, pemuka masyarakat di sekitar Nabi
Nuh berusaha menuduh bahwa Nabi
Nuh telah berusaha untuk munjukkan superioritasnya atas
masyarakat lingkungannya, mencari
keuntungan pribadi seperti status sosial, kepemimpinan
dan kekayaan......
Karena itulah, Allah menyampaikan
pada Rasulullah Nuh bahwa mereka yang menolak
kebenaran dan melakukan kesalahan
akan dihukum dengan detenggelamkan, dan mereka yang
beriman akan diselamatkan.
Maka, pada saat hukuman datang,
air dan aliran yang sangat deras muncul dan
menyembur dari dalam tanah, yang
dibarengi dengan hujan yang sangat lebat, telah
menyebabkan banjir yang dahsyat.
Allah memerintahkan kepada Nuh untuk "menaikkan ke atas
berahu pasangan-pasangan dari
setiap species, jantan dan betina, serta keluarganya”. Seluruh
manusia di daratan tersebut
ditenggelamkan ke dalam air, termasuk anak laki-laki Nabi Nuh
yang semula berpikir bahwa dia
bisa selamat dengan mengungsi ke sebuah gunung yang dekat.
Semuanya tenggelam kecuali yang
dimuat di dalam perahu bersama Nabi Nuh. Ketika air surut
di akhir banjir tersebut, dan
"kejadian telah berakhir", perahu terdampar di Judi, yaitu sebuah
tempat yang tinggi, sebagaimana
yang diinformasikan oleh Qur'an kepada kita.
Studi arkeologis, geologis, dan
studi historis menunjukkan bahwa insiden tersebut terjadi
dengan cara yang sangat mirip dan
berhubungan dengan informasi al-Qur'an. Banjir tersebut
juga digambarkan secara hampir
mirip di dalam beberapa rekaman atas peradaban-pertadaban
masa lalu di dalam banyak dokumen
sejarah, meski ciri-ciri dan nama-nama tempat bervariasi,
dan "seluruh apa yang
terjadi pada sebuah asbak manusia" disajikan untuk manusia saat ini
dengan tujuan sebagai peringatan.
Di samping dikemukakan dalam
Perjanjian Lama, kisah tentang banjir Nuh ini diungkap
dengan cara yang hampir mirip
dalam rekaman-rekaman sejarah Sumeria dan Assiria-
Babilonia, dalam legenda-legenda
Yunani, dalam Shatapatha, Brahmana serta epik-epik dalam
Mahabarata dari India, dalam
beberapa legenda dari Welsh di British Isles, di dalam Nordic
Edda, dalam legenda-leganda
Lituania, dan bahkan dalam cerita-cerita yang berasal dari Cina.
Bagaimana mungkin bisa terjadi,
cerita-cerita yang sebegitu detail dan konsisten bisa
didapat dari daratan-daratan yang
secara gegografis dan kultural berbeda jauh, yang saling
berjauhan letaknya baik antara
satu tempat dengan tempat yang lainnya, maupun dari tempattempat
tersebut dengan tempat terjadinya
banjir?.
Jawabannya sangat jelas: fakta
bahwa peristiwa yang sama, yang saling berkaitan dalam
berbagai rekaman sejarah berbagai
bangsa tersebut, yang mana sangat kecil kemungkinannya
bahwa mereka bisa saling
berkomunikasi (mengingat masih rendahnya peradaban masa itu), itu
semua merupakan bukti yang sangat
gamblang bahwa orang-orang dari berbagai bangsa itu
menerima pengetahuan tentang
banjir itu dari sebuah sumber Ilahiah. Nampaknya bahwa banjir
Nuh, salah satu dari tragedi yang
paling besar dan destruktif sepanjang sejarah itu, telah
diriwayatkan oleh banyak Nabi
yang diutus ke berbagai peradaban bangsa-bangsa dengan
tujuan untuk memberikan sebuah
contoh atau I’tibar. Dengan demikian bisalah dipahami
dengan mudah bahwa berita tentang
banjir Nuh itu tersebar dalam berbagai budaya di dunia.
Namun, di balik diriwayatkannya
kejadian itu dalam berbagai budaya dan sumber-sumber
ajaran berbagai agama, cerita
banjir dan tragedi yang terjadi pada masa Nabi Nuh itu telah
mengalami perubahan yang cukup
banyak dan telah terpendar dari kisah aslinya dikarenakan
kepalsuan berbagai sumber
ceritanya, pemindahan cerita dengan cara yang tidak benar, atau
bahkan mungkin dikarenakan memang
sengaja dilakukan untuk suatu tujuan-tujuan yang tidak
baik. Riset menunjukkan bahwa, di
antara sekian banyak riwayat tentang banjir Nuh yang
secara mendasar masih berkaitan
namun dengan berbagai perbedaan, satu-satunya
penggambaran (periwayatan) yang
paling konsisten hanya satu, yakni di dalam al-Qur’an.
Nabi Nuh dan
Banjir dalam al-Qur’an
Banjir Nuh disebutkan dalam
banyak ayat di dalam al-Qur’an. Di bawah ini bisa dilihat
ayat-ayat yang disusun
berdasarkan urut-urutan peristiwa banjir tersebut:
Nabi Nuh Menyeru
Kaumnya pada Agama Kebenaran
Sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnyalalu ia berkata: “Wahai
kaumku sembahlah
Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selainNya”. Sesungguhnya
(kalau kamu
tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang
besar (kiamat)”.
(Al-A’raf: 59)
Sesungguhnya aku
adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,
maka bertakwalah
kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta
upah kepadamu
atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta
alam. Maka
bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. QS. Asy-Syuara’: 107-110)
Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya. Lalu ia berkata
“Hai kaumku,
sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain Dia. Maka
mengapa kamu tidak bertakwa (kepadaNya)?”.QS. Al-Mukminun: 23)
Peringatan Nabi
Nuh kepada kaumnya untuk Menghindari Hukuman dari Allah
Sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan):
“Berilah kaummu
peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih”(QS.Nuh: 1)
Kelak kamu akan
mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang
menghinakannya
dan yang akan ditimpa azab yang kekal. (QS. Hud:39)
Agar kamu tidak
menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan
ditimpa azab
(pada) hari yang sangat menyedihkan. (QS. Hud: 26)
Pembangkangan
kaum Nabi Nuh
Pemuka-pemuka
dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami memandang kamu
berada dalam
kesesatan yang nyata”.(QS. Al-A’raf: 60)
Mereka berkata: “Hai
Nuh sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan
kamu telah
memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada
kami azab yang
kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang
benar. (QS. Hud:
32)
Dan mulailah Nuh
membuat bahtera . Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan
melewati Nuh,
mereka mengejeknya. Berkata Nuh: “Jika kamu mengejek kami, maka
sesungguhnya
kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).
(QS. Hud: 38)
Maka
pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: “Orang ini
tidak lain
hanyalah manusia seperti kamu , yang bermaksud hendak menjadi seorang
yang lebih
tinggi dari kamu . Dan kalau Allah menghendaki , tentu Dia mengutus
beberapa orang
malaikat. Belum pernah kami mendengar seruan (seruan yang seperti)
ini pada masa
nenek moyang kami yang dahulu. Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki
yang berpenyakit
gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu. (QS.
Al-Mukminun:
24-25)
Sebelum mereka,
telah mendustakan (pula) kaum Nuh maka mereka mendustakan
hamba Kami (Nuh)
dan mengatakan: “Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi
ancaman”.(QS.
Al-Qamar: 9)
Penghinaan
terhadap para pengikut Nabi Nuh
Maka berkatalah
pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak
melihat kamu ,
melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak
melihat
orang-orang yang mengikuti kamu , melainkan orang-orang yang hina dina di
antara kami yang
lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu
kelebihan apapun
atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang
dusta”. (QS.
Hud: 27)
Mereka berkata: “Apakah
kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti
kamu ialah
orang-orang yang hina?” Nuh menjawab: “Bagaimana aku mengetahui apa
yang telah
mereka kerjakan?”. Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain
hanyalah kepada
Tuhanku, kalau kamu menyadari .Dan aku sekali-kali tidka akan
mengusir
orang-orang yang beriman. Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan
yang
menjelaskan. (QS. Asy-Syuara’: 111-115)
Peringatan Allah
agar Nabi Nuh tidak Bersedih
Dan diwahyukan
kepada Nuh , bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di
antara kaummu,
kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu
bersedih hati
tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Hud: 36)
Doa Nabi Nuh
Maka itu
adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka , dan
selamatkanlah
aku dan orang-orang yang mukmin besertaku. (QS. Asy-Syuara’: 118).
Maka dia mengadu
kepada Tuhannya : “bahwasanya aku ini adalah orang yang
dikalahkan, oleh
sebab itu tolonglah (aku). (QS. Al-Qamar: 10)
Nuh berkata: “Ya
Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan
siang. Maka
seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebe naran). (QS. Nuh:5-6).
Nuh berdoa : “Ya
Tuhanku tolonglah aku, karena mereka mendustakan aku.”(QS.
Al-Mukminun: 26)
Sesungguhnya Nuh
telah menyeru kami : Maka sesungguhnya sebaik-baik yang
memperkenankan
(adalah Kami).(QS. Ash-Shaffat: 75)
Pembuatan Kapal
(Bahtera)
Dan buatlah
bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami , dan
janganlah kamu
bicarakan dengan Aku tentang orang-orang zalim itu , sesungguhnya
mereka itu akan
ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)
Penghancuran
umat Nabi Nuh dengan cara Ditenggelamkan
Maka mereka
mendustakan Nuh , kemudian kami selamatkan dia dan orang-orang
yang bersamanya
di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang
mendustakan
ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata
hatinya).(QS.
Al-A’raf: 64)
Kemudian sesudah
itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal.(QS. Asy-Syuara: 120)
Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di
antara mereka
seribu tahun kurang lima puluh tahun.Maka mereka ditimpa banjir besar
, dan mereka
adalah orang-orang yang zalim.(QS. Al- Ankabut: 14)
Dibinasakannya
Putera Nabi Nuh
Al-Qur’an sehubungan dengan
dengan dialog yang terjadi antara Nabi Nuh dan
puteranya, pada tahap-tahap awal
dari terjadinya banjir mengungkapkan:
Dan bahtera itu
berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, dan
Nuh memanggil
anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil : “Hai anakku,
naiklah (ke
kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang
kafir.” Anaknya
menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat
memeliharaku
dari air bah!”. Nuh berkata : “Tidak ada yang melindungi hari ini dari
azab Allah
selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi
penghalang
antara keduanya ; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.
(QS. Hud: 42-43)
Diselamatkannya
Orang-Orang yang Beriman dari Banjir
Maka Kami
selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang
penuh
muatan.(QS. Asy-Syuara: 119).
Maka kami
selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan kami
jadikan
peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia. (QS. Al-Ankabut: 15)
Bentuk Fisik
dari Banjir yang Terjadi
Maka Kami
bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah .
Dan Kami jadikan
bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu
untuk satu
urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas
(bahtera) yang
terbuat dari papan dan paku. (QS. Al-Qamar: 11-13).
Hingga apabila
perintah Kami datang dan ‘dapur’(permukaan bumi yang
memancarkan air
hingga meneyebabkan timbulnya taufan) telah memancarkan air,
Kami berfirman: “Muatkanlah
ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang
sepasang (jantan
dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu
ketetapan
terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman”. Dan tidak
beriman bersama
dengan Nuh itu kecuali sedikit. Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu
sekalian ke
dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.
Sesungguhnya
Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Dan
bahtera itu
berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, dan Nuh
memanggil
anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil : “Hai anakku,
naiklah (ke
kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang
kafir.”. (QS.
Hud: 40-42).
Lalu Kami
wahyukan kepadanya : “Buatlah bahtera di bawah penilikan dan
petunjuk Kami,
maka apabila perintah Kami telah datang dan ‘tannur’ telah
memancarkan air,
maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap
(jenis), dan
(juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan
ditimpa azab) di
antara mereka. Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang
orang-orang yang
zalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.(QS. Al-
Mukminun: 27)
Terdamparnya
Perahu di Tempat yang Tinggi
Dan difirmankan:
“Hai bumi tahanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,”
dan airpun
disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas
bukit Judi, dan
dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim”. (QS. Hud: 44)
I’tibar yang
Diambil dari Peristiwa Banjir
Sesungguhnya
Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek
moyang) kamu ke
dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu
dan agar
diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (QS. Al-Haqqah: 11-12)
Pujian Allah
terhadap Nabi Nuh
“Kesejahteraan
dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam”. Sesungguhnya
demikianlah kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Ash-
Shaffat: 79-81)
Apakah Banjir
itu Bencana Lokal Saja ataukah Global ?
Mereka yang menolak realitas
terjadinya Banjir masa nabi Nuh, menopang pendirian
mereka dengan menyatakan bahwa
banjir global atas seluruh dunia adalah suatu hal yang
mustahil. Bukan hanya itu,
penyangkalan mereka atas terjadinya banjir yang bagaimanapun
bentuknya adalah ditujukan untuk
menyerang apa yang telah dikemukakan al-Qur’an. Menurut
mereka, semua kitab yang berasal
dari wahyu, termasuk al-Qur’an, mempertahankan pendirian
bahwa banjir Nuh adalah banjir
yang global, dan karenanya, seluruh berita itu adalah informasi
yang keliru.
Penolakan terhadap pernyataan
al-Qur’an ini tidak benar. Al-Qur’an diwahykan oleh
Allah, dan al-Qur’an ini
merupakan satu-satunya kitab suci yang tidak terrubah. Al-Qur’an
memandang banjir dengan sudut
pandang yang sangat berbeda dibandingkan cara pandang
Pentateuch dan
legenda-legenda tentang banjir yang lain yang diriwayatkan dalam berbagai
kebudayaan. Pentateuch, nama bagi
lima buku (kitab) pertama dalam Perjanjian Lama,
menyatakan bahwa banjir tersebut
bersifal global, menutupi seluruh bumi. Namun, al-Qur’an
tidak memberikan keterangan
seperti itu, dan sebaliknya, ayat-ayat yag relevan dengan
peristiwa ini membawa pada suatu
kesimpulan bahwa banjir itu hanya bersifat regional
(menutupi wilayah tertentu) dan
tidak menutupi seluruh bumi, dan hanya menenggelamkan
umat Nabi Nuh saja yang mereka
itu telah diberi peringatan oleh nabi Nuh dan akhirnya
membangkang, sehingga mereka
dihukum.
Ketika riwayat-riwayat tentang
banjir dalam Perjanjian Lama dan riwayat-riwayat sejenis
dalam Al-Qur’an diuji,
perbedaannya sederhana saja. Perjanjian Lama, yang telah mengalami
banyak perubahan dalam penambahan
sepanjang sejarahnya, yang karenya tidak bisa dinilai
sebagai wahyu yang orisinil,
menggambarkan bagaimana banjir berawal dalam uraian sebagai
berikut:
“Dan Tuhan
melihat bahwa kejahatan manusia di bumi adalah besar, dan bahwa
setiap imajinasi
dari pikiran-pikiran dalam hatinya hanya selalu perbuatan jahat. Dan ini
menjadikan Allah
menyesali bahwa Dia telah menciptakan manusia, dan ini
menyedihkan
hatiNya. Dan Tuhan berkata, “Saya akan membinasakan manusia yang
telah saya
ciptakan dari permukaan bumi; kedua jenis yang ada, manusia dan binatang,
dan segala yang
merayap, dan unggas-unggas di udara, yang karena telah
mengecewakanKu
yang telah mencipatakan mereka. Akan tetapi, (Nabi) Nuh
mendapatkan
kasih sayang di mata Tuhan” (Genesis, 6: 5-8)
Meski demikian, dalam al-Qur’an,
diperlihatkan dengan jelas bahwa banjir itu tidak
meliputi seluruh dunia (bumi),
tetapi hanya umat Nabi Nuh yang dihancurkan. Tidak berbeda
sebagaimana Nabi Hud diutus hanya
untuk kaum ‘Ad (QS. Hud: 50), Nabi Shalih diutus untuk
kaum Tsamud (QS. Hud: 61) serta
seluruh Nabi kemudian sebelumMuhammad adalah diutus
hanya untuk umat mereka saja,
Nabi Nuh hanya diutus untuk umatnya dan banjir tersebut hanya
menyebabkan punahnya umat Nabi
Nuh;
Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata):
“Sesungguhnya
aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak
menyembah selain
Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada)
hari yang sangat
menyedihkan. (QS. Hud: 25-26)
Mereka yang dimusnahkan adalah
orang-orang yang secara total tidak menghiraukan
Proklamasi Nabi Nuh akan
kerasulannya dan senantiasa menentang. Ayat-ayat yang senada
telah menggambarkan dengan cara
yang cukup gamblang:
Maka mereka
mendustakan Nuh , kemudian kami selamatkan dia dan orang-orang
yang bersamanya
di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang
mendustakan
ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata
hatinya).(QS.
Al-A’raf: 64).
Di samping itu, dalam al-Qur’an ,
Allah menegaskan bahwa Dia tidak akan
menghancurkan suatu komunitas
masyarakat kecuali seorang rasul telah diutus kepada mereka.
Penghancuran terjadi jika seorang
pemberi peringatan telah sampai kepada suatu kaum, dan
pemberi peringatan itu
didustakan. Allah menyatakan hal itu dalam Surat al-Qashash:
Dan tidak adalah
Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum dia mengutus di
ibukota itu
seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak
pernah (pula)
Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan
melakukan
kezaliman. (QS. Al-Qashash: 59).
Bukanlah cara Allah untuk
mengancurkan suatu kaum yang kepada mereka belum Dia
turunkan rasul. Sebagai seorang
pemberi peringatan, Nuh hanya diutus untuk kaumnya saja.
Karena itu, Allah tidak
menghancurkan kaum-kaum yang kepada mereka tidak Dia utus rasul,
akan tetapi Allah hanya
menghancurkan umat Nabi Nuh.
Dari penyataan-pernyataan dalam
al-Qur’an ini, kita bisa memastikan bahwa banjir
tersebut adalah bencana yang
bersifat lokal, bukannya global (seluruh dunia). Penggalianpenggalian
yang dilakukan pada daerah-daerah
arkeologis yang diperkirakan sebagai lokasi
terjadinya banjir – yang nanti
akan kita bahas berikutnya— menunjukkan bahwa banjir tersebut
bukanlah sebuah peristiwa global
yang mempengaruhi seluruh bumi, akan tetapi merupakan
sebuah bencana yang sangat luas
yang mempengaruhi bagian tertentu dari wilayah
Mesopotamia.
Apakah Seluruh
Binatang ikut Dinaikkan ke atas Perahu?
Para penfasir Bibel yakin bahwa
Nabi Nuh memasukkan seluruh species binatang yang
ada di muka bumi ke atas Perahu
dan binatang-binatang itu bisa selamat dari kepunahan karena
kebaikan Nabi Nuh itu. Menurut
apa yang mereka yakini ini, setiap pasang dari tiap species
yang ada di muka bumi juga dibawa
bersama ke atas perahu.
Mereka yang mempertahankan
pernyataan itu dengan tanpa ragu harus menghadapi
kejanggalan-kejanggalan yang
serius dalam berbagai hal. Pertanyaan tentang bagaimana
berbagai jenis binatang yang
diangkut ke atas perahu itu diberi makan, bagaimana mereka
ditempatkan di dalam perahu itu
(kandang-kandang untuk mereka), atau bagaimana mereka
dipisahkan satu dengan lainnya
adalah pertanyaan-pertanyaan yang mustahil bisa terjawab.
Lagi pula, masih ada beberapa
pertanyaan yang tersisa: bagaimana binatang-binatang yang
berasal dari berbagai benua
(daratan) yang berbeda bisa dibawa bersamaan – berbagai mamalia
yang ada di kutub, kanguru dari
Australia, atau bison yang Aneh dari Amerika?. Juga, masih
adalah berbagai pertanyaan lebih
banyak lagi, seperti, bagaimana binatang yang sangat
membahayakan – yang berbisa seperi
berbagai jenis ular, kalajengking dan binatang-binatang
buas – itu semua bisa ditangkap,
serta bagaimana mereka bisa bertahan padahal dipisahkan dari
habitat alamiahnya untuk suatu
waktu hingga banjir itu surut?.
Ini adalah berbagai pertanyaan
yang dihadapi oleh Perjanjian Lama. Di dalam al-Qur’an,
tidak ada pernyataan yang
mengindikasikan bahwa seluruh species binatang di muka bumi
dinaikkan ke atas perahu. Dan
sebagaimana yang telah ditegaskan sebelumnya, banjir tersebut
terjadi dalam sebuah wilayah
tertentu saja, sehingga, binatang yang dinaikkan perahu pun
hanyalah yang hidup di wilayah di
mana umat Nabi Nuh itu tinggal.
Meski demikian,
ini adalah bukti bahwa mustahil sekalipun hanya untuk
mengumpulkan
seluruh jenis binatang yang hidup di wilayah tersebut. Sulit dipikirkan
Nabi Nuh beserta
sejumlah kecil orang-orang yang beriman yang menyertainya (QS.Hud: 40) pergi menuju ke
segala penjuru untuk mengumpulan masing-masing dua ekor dari
ratusan species binatang di
sekitar mereka. Bahkan, lebih mustahil lagi bagi mereka untuk
mengumpulkan berbagai tipe
serangga yang hidup di wilayah mereka, serta untuk memisahkan
antara yang jantan dan betina!.
Ini alasan mengapa yang lebih memungkinkan adalah bahwa
yang dikumpulkan itu hanya
binatang yang bisa dengan mudah ditangkap dan dipelihara, dan
karenanya, binatang tersebut
adalah binatang ternak yang secara khusus berguna bagi manusia.
Nabi Nuh agaknya memasukkan ke
atas perahu binatang binatang sejenis itu, yakni seperti,
sapi, biri-biri, kuda, unggas,
unta dan sejenisnya, karena inilah binatang-binatang yang
dibutuhkan untuk penyangga
kehidupan baru bagi di wilayah yang telah kehilangan sejumlah
besar prasarana hidup dikarenakan
bencana banjir tersebut.
Di sini masalah penting terletak
pada bahwa kebijaksanaan Ilahiah dalam perintah Allah
kepada Nabi Nuh untuk untuk
mengumpulkan berbagai binatang terletak pada arahan untuk
menumpulkan binatang-binatang
yang dibutuhkan untuk kehidupan baru setelah banjir berakhir
daripada untuk kepentingan
mempertahankan genus berbagai binatang. Selama banjir itu
bersifat lokal, maka kepunahan
berbagai jenis binatang tidak akan mungkin terjadi. Agaknya
ada kecenderungan bahwa pada masa
setelah banjir, berbagai binatang dari wilayah-wilayah
lain bermigrasi ke tempat
tersebut dan memadati daerah tersebut dengan cara kehidupan lama
yang pernah ada. Sehingga yang
terpenting adalah bahwa kehidupan bisa dirintis kembali
begitu banjir berakhir, dan
binatang-binatang yang dikumpulkan (dan diangkut ke atas perahu)
adalah dimaksudkan untuk tujuan
perintisan kehidupan seperti itu.
Berapa Tinggikah
Air Banjir Tersebut?
Perdebatan lain di seputar
masalah banjir itu adalah, apakah banjir itu memancar dan
menggenang sebegitu tingginya
sehingga menenggelamkan gunung?. Sebagaimana telah
diberitahukan, al-Qur’an
menginformasikan kepada kita bahwa perahu Nabi Nuh itu terdampat
di suati tempat yang bernama “al-Judi”
setelah banjir selesai. Kata-kata “judi” secara umum
merujuk pada lokasi gunung
tertentu, sedangkan kata-kata itu memiliki arti “tempat yang tinggi
atau bukit”. Karenanya, hendaknya
jangan dilupakan bahwa di dalam al-Qur’an , “judi” bisa
jadi tidak digunakan sebagai nama
bagi gunung tertentu, akan tetapi untuk menunjukkan bahwa
perahu telah terdampar dan
terhenti pada sebuah tempat yang tinggi. Di samping itu, makna
dari kata-kata “judi” yang
disebutkan di atas mungkin juga memperlihatkan bahwa air bah itu
mencapai ketinggian tertentu,
tetapi tidak mencapai ketinggian puncak gunung. Dengan kata
lain bisa dikatakan bahwa yang
paling memungkinkan adalah bahwa banjir itu tidak
menenggelamkan seluruh bumi dan
seluruh gunung sebagaimana digambarkan dalam
Perjanjian Lama, tetapi hanya
menggenangi wilayah tertentu saja.
Lokasi Banjir
Nuh
Daratan Mesopotamia diduga kuat
sebagai lokasi di mana banjir masa Nabi Nuh terjadi.
Wilayah ini diketahui sebagai
tempat bagi peradaban tertua dalam sejarah. Lagi pula, dengan
posisinya yang berada di antara
sungai Tigris dan Eufrat, tempat ini sangat memungkinkan
untuk terjadinya sebuah banjir
yang besar. Di antara fakor penyebab terjadinya banjir
kemungkinan adalah bahwa kedua
sungai ini airnya meluap dan membanjiri wilayah tersebut.
Alasan kedua mengapa daerah
tersebut diduga kuat sebagai tempat terjadinya banjir
adalah bukti-bukti historis.
Dalam rekamana sejarah berbagai peradaban manusia yang pernah
menempati lokasi tersebut, banyak
dokumen yang ditemukan telah merujuk pada pernah
terjadinya sebuah banjir, dan
banjir itu dalam dokumen tersebut disebutkan terjadi dalam
sebuah pereode masa yang sama.
Setelah menyaksikan pembinasaan kaum Nabi Nuh,
peradaban-peradaban tersebut
agaknya merasa perlu untuk merekam dalam sejarah mereka,
bagaimana banjir itu terjadi,
serta bagaimana juga akibat-akibat yang ditimbulkan oleh banjir
tersebut. Telah diketahui pula,
bahwa mayoritas legenda-legenda yang menceritakan banjir
tersebut berasal dari Mesopotamia
juga. Yang juga lebih penting bagi kita adalah temuantemuan
arkeologis. Temuan ini
memperlihatkan bahwa sebuah banjir besar pernah terjadi di
wilayah ini. Sebagaimana yang
akan kami bahas secara detail pada halaman-halaman
berikutnya, banjir ini telah
menyebabkan tertundanya mata rantai perkembangan peradaban
untuk selama jangka waktu
tertentu. Dalam penggalian-penggalian yang dilakukan, nampak
jejak-jejak dari bencana dahsyat
tersingkap dari timbunan tanah.
Penggalian-penggalian yang
dilakukan di wilayah Mesopotamia telah mengungkap,
bahwa berkali-kali dalam sejarah,
wilayah ini menderita berbagai macam bencana sebagai
akibat dari berkali-kali banjir
dan meluapnya Sungai Eufrat dan Tigris. Sebagai misal, pada
millenium kedua Sebelum Masehi
(SM), pada masa Ibbi-sin, penguasa dari bangsa Ur yang
besar, yang berlokasi di sebelah
selatan Mesopotamia, sebuah tahun tertentu ditandai dengan
“sesudah terjadinya sebuah banjir
yang telah melenyapkan garis batas antara surga-surga dan
bumi” i . Di sekitar
tahun 1700 Sebelum Masehi (SM), pada masa kekuasaan Hamurabi dari
Babilonia, sebuah tahun dikenang
sebagai sebuah masa dimana terjadi di dalamnya insiden “
hujan di kota Eshnunna yang
disertai dengan banjir”.
Pada abad ke 10 SM, pada masa
pemerintahan Nabu-mukin-apal, sebuah banjir terjadi di
kota Babilon. ii Setelah masa
kehidupan Isa (Jesus) pada abad ke 7, 8, 10, 11, dan 12, banjirbanjir
yang dinilai bersejarah (penting)
terjadi dalam wilayah tersebut. Dalam abad ke 20,
kejadian yang sama terjadi pada
tahun 1925, 1930, dan 1954. iii Jelaslah sudah, bahwa wilayah
ini telah menjadi obyek bagi
terjadinya bencana banjir, dan sebagaimana ditunjukkan dalam al-
Qur’an, bahwa rupa-rupanya sebuah
banjir yang massif telah menghancurkan dan
membinasakan sebuah komunitas
manusia secara keseluruhan.
Bukti-Bukti
Arkeologis tentang Banjir
Bukanlah suatu hal yang kebetulan
bila masa sekarang ini kita sedang mengungkap jejakjejak
dari mayoritas komunitas manusia
yang oleh al-Qur’an dikatakan telah dibinasakan.
Bukti-bukti arkeologis menyajikan
fakta, bahwa semakin mendadak kehancuran sebuah
komunitas terjadi, semakin
memungkinkan bagi kita untuk melacak jejak-jejaknya.
Dalam kasus apabila sebuah
peradaban hancur secara tiba-tiba, yang ini bisa saja terjadi
karena bencana alam, perpindahan
tempat (migrasi) yang mendadak, atau karena perang, jejakjejak
peradaban sering bisa lebih
terpelihara. Rumah-rumah yang mereka huni, peralatanperalatan
yang mereka gunakan dalam
kehidupan sehari-hari, tidak lama kemudian akan
terkubur di bawah bumi. Jadi,
jejak-jejak peninggalan mereka itu bisa terpelihara dalam waktu
yang lama dan tidak tersentuh
oleh manusia, dan itu semua merupakan bukti yang penting
tentang sejarah masa lampau bila
diungkapkan pada saat sekarang.
Inilah masalah besar sehubungan
dengan bukti tentang Banjir masa Nabi Nuh yang telah
diungkap pada saat ini. Walaupun
peristiwa penghancuran kaum Bani Nuh itu telah terjadi
sekitar millenium ketiga sebelum
Masehi (SM), banjir itu telah mengakhiri seluruh peradaban
untuk jangka waktu tertentu, dan
kemudian, menyebabkan lahirnya lagi sebuah peradaban yang
baru di daerah tersebut. Jadi,
bukti-bukti yang muncul tentang banjir ini telah terpelihara selama
ribuan tahun agar kita bisa
mengambil pelajaran darinya.
Usaha-usaha penggalian telah
dilakukan dalam rangka menginvestigasi peristiwa banjir
yang telah menenggelamkan
daratan-daratan di wilayah Mesopotamia. Dalam penggalianpenggalian
yang dilakukan di wilayah
tersebut, di empat kota utama ditemukan jejak-jejak yang
menunjukkan bahwa telah terjadi
sebuah banjir yang besar. Kota-kota tersebut adalah kota-kota
penting di Mesopotamia; Ur,
Erech, Kish, dan Shuruppak.
Penggalian-penggalian yang
dilakukan di kota-kota ini telah mengungkap bahwa semua
dari empat kota ini telah dilanda
sebuah banjir pada sekitar millenium ketiga Sebelum Masehi.
Pertama, mari kita lihat
penggalian-penggalian yang dilakukan di Kota Ur.
Sisa-sisa tertua dari sebuah
peradaban yang tersingkap dari pengga lian di kota Ur, yang
telah diganti namanya menjadi “Tell
al Muqayyar” pada masa sekarang ini, menunjuk pada
suatu masa 7000 tahun SM. Sebagai
sebuah situs yang pernah menjadi lokasi bagi peradaban-peradaban tertua, kota
Ur telah menjadi sebuah wilayah hunian di mana berbagai kebudayaan
tampil silih berganti.
Temuan arkeologis dari kota Ur
memperlihatkan bahwa di sinilah peradaban telah pernah
terputus setelah terjadinya
sebuah banjir dahsyat, dan kemudian, peradaban-peradaban baru
tampil. R.H. Hall dari British
Museum melakukan penggalian yang pertama di tempat ini.
Leonard Woolley yang melakukan
penggalian meneruskan setelah Hall, yang juga menjadi
supervisor (pengawas/pembimbing)
penggalian yang secara kolektif diorganisir oleh the British
Museum dan University of
Pensilvania. Penggalian-penggalian yang dilakukan oleh Woolley,
yang telah memberikan pengaruh
besar di seluruh dunia, berlangsung dari 1922 sampai 1934.
Penggalian yang dilakukan Sir
Woolley mengambil lokasi di tengah-tengah padang pasir
antara Baghdad dan Teluk Persi.
Pendiri pertama kota Ur adalah orang-orang yang datang dari
Mesopotamia Utara dan mereka
menyebut diri mereka dengan “Ubaidian”. Pada awalnya,
penggalian itu dilakukan untuk
menghimpun informasi berkenaan dengan orang-orang tersebut.
Penggalian yang dilakukan Woolley
digambarkan oleh seorang arkeolog Jerman, Werner
Keller, sebagai berikut:
“Kuburan Raja-Raja Ur”- begitu
ungkap Woolley dalam kegembiraan besar tatkala
menemukan, telah membubuhkan
lubang kuburan bagi kejayaan Sumeria, yang kehebatan
kekuasaannya telah tersingkap
saat skop/cangkul para arkeolog mengenai sebuah tanggul
sepanjang 50 kaki di sebelah
selatan candi dan ditemukan sebuah deretan panjang dari
pekuburan yang sangat menarik.
Kubah/kolong batu yang ditemukan benar-benar merupakan
peti-peti harta yang berharga,
yang dipenuhi dengan piala -piala yang mahal, kendi-kendi dan
vas-vas yang dibentuk secara
menakjubkan, barang becah belah terbuat dari perunggu,
kepingan-kepingan mutiara, lapis
lazuli, dan perak yang mengelilingi tubuh-tubuh tersebut,
yang telah terbentuk menjadi
debu/abu. Barang-barang semacam kecapi dan lyre disandarkan di
dinding-dinding. “Hampir hanya
dalam sekali” dia kemudian menulis dalam buku hariannya,
“penemuan-penemuan dihasilkan
yang telah memberikan ketegasan tentang kecurigaankecurigaan
kami. Tepat di bawah lantai dari
salah satu lubang kubur para raja kami menemukan
sebuah lapisan abu berbagai
tablet tanah liat, yang tertutupi oleh huruf-huruf yang jauh lebih
tua dibandingkan dengan prasasti
di atas kuburan. Dengan mendasarkan pada sifat dari tulisan
yang ada, tablet-tablet tersebut
bisa diduga dibuat pada sekitar tahun 3000 SM. Berarti, itu dua
atau tiga abad lebih awal dari
lubang kuburan tersebut.”
Terowongan/lubang itu ternyata
masih bisa dirunut lebih dalam. Tingkatan yang baru,
dengan pecahan-pecahan kendi, pot
dan mangkuk masih tetap nampak terjaga. Para ahli
(ilmuwan) memperhatikan bahwa
barang-barang tembikar itu masih cukup mengejutkan karena
tetap tidak berubah. Benar-benar
nampak seperti yang telah ditemukan di pekuburan para raja.
Karena itulah, nampaknya selama
beberapa abad peradaban Sumeria tidak mengalami
perubahan yang radikal. Mereka
tentulah, menurut kesimpulan yang bisa ditarik, telah
mencapai tingkat perkembangan
yang tinggi yang menakjubkan pada awal peradaban mereka.
Setelah beberapa hari penggalian
dilakukan, beberapa pekerja Woolley berteriak
kepadanya, “Kita telah sampai
paga lapisan dasar (ground)”, dia kemudian turun sendiri menuju
lantai lubang galian agar bisa
puas menyaksikan. Semula, pikiran Woolley adalah bahwa “Ini
adalah penggalian yang terakhir”.
Wujudnya adalah pasir, pasir murni yang hanya bisa
dikandung oleh air.
Mereka memutuskan untuk menggali
lapisan tersebut dan membuat lubang lebih dalam
lagi. Semakin dala m, semakin
dalam menuju dasar: tiga kaki, enam kaki -- masih penuh
lumpur. Tiba-tiba, pada kedalaman
sepuluh kaki, lapisan lumpur terhenti tiba-tiba. Di bawah
deposit tanah liat ini sekitar
sepuluh kaki tebalnya, mereka menemukan bukti-bukti baru dari
hunian manusia. Wujud dan
kualitas dari tembikar telah jelas berubah. Di sini, barang-barang
itu adalah bikinan tangan. Besi belum
juga ditemukan di sini. Peralatan primitif yang nampak
adalah peralatan yang terbuat
dari tebangan batu api. Ini mesti terjadi pada masa Zaman Batu!.
Banjir. Itulah penjelasan yang
paling mungkin bagi deposit tanah liat yang besar di
bawah bukit di kota Ur, yang
secara cukup jelas telah memisahkan dua zaman kehidupan.
Samudera telah meninggalkan
jejak-jejak yang tidak terpungkiri dalam bentuk sisa-sisa
organisme laut yang
terlekat/tersimpan dalam lumpur.iv
Analisa dengan mikroskop
mengungkapkan bahwa deposit tanah liat di depan bukit di
kota Ur telah terkumpul
disebabkan oleh banjir yang begitu besar yang telah meludeskan
peradaban Sumeria kuno. Epik
tentang Gilgamesh dan cerita tentang Nuh tersatukan dengan
lubang galian yang dalam di bawah
gurun Mesopotamia.
Max Mallowan menghubungkan
pikiran-pikiran Leonard Woolley , yang menyatakan
bahwa endapan massif yang besar
itu terbentuk dala m satu waktu tertentu yang hanya bisa
terjadi dikarenakan bencana
banjir yang sangat besar. Woolley juga menggambarkan tentang
permukaan banjir yang telah
memisahkan kota di Sumeria, kota Ur dengan kota Al-Ubaid yang
penduduknya biasa bekerja
mengecat barang tembikar, sebagaimana yang masih tersisa dari
peristiwa banjir tersebut.v
Ini semua menunjukkan bahwa kota
Ur adalah salah satu dari berbagai daerah yang
terkena banjir. Werner Keller
mengekspressikan arti penting dari penggalian yang telah
disebutkan di atas dengan
menyatakan bahwa hasil dari sisa-sisa kota di bawah lapisan tanah
lumpur dalam penggalian
arkeologis di Mesopotamia membuktikan bahwa dahulu kala pernah
terjadi banjir di tempat ini. vi
Kota lain yang masih menyimpan
jejak-jejak dari banjir Nuh adalah kota Kish di
Sumeria, yang saat ini dikenal
dengan nama “Tall al-Uhaimer”. Menurut sumber-sumber
Sumeria kuno, kota ini merupakan
tempat kedudukan “tahta dari dinasi ‘postdiluvian’ yang
pertama”.vii
Kota Shurrupak di sebelah selatan
Mesopotamia , yang saat ini diberi nama dengan “Tall
Far’ah”, demikian juga, menyimpan
jejak-jejak yang masih terlihat dari peristiwa banjir
tersebut. Studi arkeologis yang
dilakukan di kota ini dipimpin oleh Erich Schmidt dari the
University of Pensilvania antara
tahun 1922-1930. Penggalian-penggalian yang dilakukan
mengungkapkan adanya tiga lapisan
yang pernah dihuni oleh manusia dalam rentang waktu
sejak masa pra sejarah hingga
dinasti Ur ketiga (2112-2004 SM). Temuan yang paling istimewa
adalah reruntuhan dari sebuah
bangunan rumah-rumah yang bagus sepanjang tablet (belahanbelahan
batu/prasasti) tulisan-tulisan
kuno berbentuk baji (cuneiform) dari simpanan
administrasi dan daftar-daftar
kata, mengindikasikan adanya sebuah masyarakat yang telah
berkembang maju hingga akhir
millenium keempat Sebelum Masehi. viii
Masalah terpenting adalah bahwa
sebuah banjir besar telah bisa dipahami dengan jelas
terjadi di kota ini pada sekitar
2900-3000 SM. Menurut perhitungan yang dilakukan Mallowan,
4-5 meter di bawah tanah, Schmidt
telah mencapai lapisan tanah kuning (yang dibentuk oleh
banjir) yang terbentuk dari
sebuah campuran antara tanah liat dan pasir. Lapisan ini lebih dekat
ke dataran daripada profil
tumulus dan bisa diamati seluruhnya di seputar tumulus…. Schmidt
mendefinisikan bahwa lapisan ini
terbentuk dari campuran tanah liat dan pasir, yang masih
tersisa sejak masa Kerajaan Kuno
Cemdet Nasr, sebagai “sebuah pasir yang masih dengan
keasliannya di dalam sungai” dan
ini diasosiasikan dengan Banjir Nuh.ix
Di dalam penggalian yang
dilakukan di kota Shuruppak, sisa-sisa sebuah banjir bisa
ditemukan yang masih berhubungan
dengan kurang lebih tahun 2900-3000 SM. Mungkin, kota
Shuruppak terkena imbas dari
banjir sebebesar imbas yang diderita kota-kota lain. x
Tempat (kota) yang terakhir yang
terkena banjir adalah kota Erech hingga sebelah selatan
kota Shuruppak yang saat ini
dikenal dengan nama “Tall al-Warka”. Di kota ini, sebagaimana
di kota-kota yang lainnya,
lapisan sebuah banjir juga nampak. Lapisan ini merujuk pada masa
2900-3000 SM sebagaimana yang
lain.xi
Sebagaimana diketahui dengan
baik, sungai Eufrat dan Tigris memotong menyeberangi
Mesopotamia dari ujung satu ke
ujung yang lain. Nampaknya bahwa selama masa itu, dua
sungai ini dan disertai banyak
sumber mata air, besar maupun kecil, meluap, dan, dengan
bersatunya dengan air hujan,
telah menyebabkan sebuah banjir yang dahsyat. Peristiwa itu
digambarkan dalam al-Qur’an:
Maka Kami
bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah
(11). Dan Kami
jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air
itu untuk satu
urusan yang sungguh telah ditetapkan (12). (QS. Al-Qamar: 11-12).
Ketika faktor-faktor yang
menyebabkan banjir itu dibahas satu persatu, nampaklah bahwa
kesemuanya itu merupakan fenomena
yang sangat alami. Adapun yang menjadikan peristiwa
itu penuh mukjizat adalah karena
kejadiannya pada saat yang bersamaan dengan peringatan
Nabi Nuh kepada kaumnya tentang
akan datangnya bencana semacam itu sebelumnya.
Pengujian terhdap bukti yang
didapat dari studi yang komplet mengungkapkan bahwa
daerah banjir membentang sekitar
160 km (lebar) dari timur sampai barat, dan 600 km
(panjang) dari utara sampai
selatan. Ini menunjukkan bahwa banjir tersebut menutupi seluruh
daratan-daratan di Mesopotamia.
Ketika kita membahas urut-urutan kota Ur, Erech, Shuruppak
dan Kish yang menyembulkan
jejak-jejak banjir Nuh, kita melihat bahwa kota-kota ini berada
dalam satu garis sepanjang rute
tersebut. Karena itulah, banjir tersebut pastilah telah mengenai
keempat kota ini dan
daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu, harus dicatat bahwa pada
sekitar 3000 tahun BC, struktur
geografis dari daratan Mesopotamia berbeda dengan kondisi
yang ada sekarang. Pasa masa
tersebut, posisi sungai Eufrat terletak lebih ke timur
dibandingkan dengan posisi sungai
tersebut saat ini; garis arus sungai ini ternyata dulunya sama
dengan garis yang melewati
menembus kota Ur, Erech, Shuruppak dan Kish. Dengan
terbukanya “mata air di bumi dan
di surga”, agaknya sungai Eufrat meluap dan mengalir
tersebar sehingga merusak empat
kota yang disebut di atas.
Agama dan
Kebudayaan yang Menceritakan Banjir Nabi Nuh
Peristiwa Banjir Nuh tersebut disebarluaskan
ke hampir semua manusia (kaum) lewat
lesan para Nabi yang menyampaikan
Agama yang Benar, tetapi akhirnya cerita itu menjadi
legenda-legenda berbagai
kaum-kaum itu, dan kisah itu mengalami penambahan-penambahan
dan juga pengurangan-pengurangan
dalam periwayatannya.
Allah telah menyampaikan kisah
tentang Banjir Nuh kepada manusia melalui para rasul
dan kitab-kitab yang Dia turunkan
kepada berbagai masyarakat agar hal itu menjadi peringatan
atau permisalan. Dalam setiap
masa teks atau kitab-kitab tersebut telah dirubah dari aslinya, dan
penuturan tentang banjir Nuh itu
juga telah ditambah-tambahai dengan unsur-unsur yang mistis.
Hanyalah al-Qur’an lah sumber
yang masih memiliki kesamaan yang mendasar dengan temuantemuan dan observasi
empiris. Hal ini hanya tidak lain karena Allah menjaga al-Qur’an dari
perubahan, meski hanya sebuah
perubahan kecil sekalipun, dan Dia tidak mengizinkan al-
Qur’an itu terkurangi. Menurut
padangan al-Qur’an berikut ini “Kami telah dengan tanpa
keraguan menurunkan risalah, dan
Kami dengan pasti akan menjaganya (dari
pengurangan)”(QS.Al-Hijr: 9),
al-Qur’an berada di bawah pengawasan khusus Allah.
Dalam bagian terakhir dari bab
ini yang berkaitan dengan banjir, kita akan melihat,
bagaimana insiden banjir itu
diilustrasikan –meski telah terjadi manipulasi/pengurangan –
dalam berbagai kebudayaan dan di
dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Banjir Nabi Nuh
dalam Perjanjian Lama
Kitab yang sebenarnya diwahyukan
kepada nabi Musa adalah Taurat. Hampir semua sisasisa
wahyu dan buku-buku yang
berkaitan dengan Injil “Pentateuch (lima buku pertama dari
Kitab perjanjian Lama)”, seiring
dengan berjalannya waktu, telah lama kehilangan
hubungannya dengan wahyu yang
asli. Bahkan, kemudian bagian yang paling meragukan
tersebut telah diubah oleh para
rabi (pendeta) dari masyarakat Yahudi. Sama halnya dengan
wahyu-wahyu yang dikirimkan
kepada nabi-nabi lain yang diutus kepada Bani Israel setelah
nabi Musa, juga mendapat
perlakuan yang sama dan mengalami perubahan yang luar biasa.
Inilah sebab yang menjadikan kita
untuk menyebut buku-buku itu sebagai “Pentateuch yang
telah dirubah (Altered
Pentateuch)” dikarenakan telah kehilangan hubungannya dengan aslinya,
membawa kita untuk menganggapnya
lebih hanya sebagai bikinan manusia semata yang
berupaya untuk mencatat sejarah
suku bangsanya daripada menganggapnya sebagai sebuah
kitab suci. Tidaklah mengherankan
jika ciri-ciri dari Pentateuch yang telah dirubah itu dan
berbagai kontradiksi yang
terkandung didalamnya bisa dengan mudah terungkap dalam
pemaparannya terhadap cerita
tentang nabi Nuh meskipun mempunyai berbagai kesaman dalam
sebagian yang diceritakan dengan
al-Qur’an.
Menurut Perjanjian Lama, Tuhan
memerintahkan kepada Nuh bahwa semua orang
kecual para pengikutnya akan
dihancurkan karena bumi telah penuh dengan berbagai macam
tindak kekerasan. Dan akhirnya
Tuhan memerintahkan mereka untuk membuat sebuah Perahu
dan menyebutkan secara detail
bagaimana cara mengerjakannya. Tuhan juga mengatakan
kepadanya (Musa) untuk membawa
keluarganya, tiga orang anaknya, istri-istri anaknya, dua
(sepasang) dari setiap mahkluk
hidup dan berbagai persedian bahan pangan.
Tujuh hari kemudian, ketika waktu
banjir telah tiba, semua sumber yang ada di dalam
tanah mendadak terbuka lebar,
pintu-pintu surga terbuka dan sebuah banjir besar
menenggelamkan semuanya. Hal ini
berlangsung selama empat puluh hari dan empat puluh
malam. Kapal yang dtumpangi Nuh
beserta pengikutnya berlayar diatas air yang menutupi
semua pegunungan dan dataran
tinggi. Mereka yang berada di dalam kapal bersama Nuh
diselamatkan dan mereka yang
tidak ikut ke dalam kapal dan terbawa oleh air bah tersebut
ditenggelamkan hingga mati. Hujan
berhenti setelah banjir terjadi, yang terjadi selama 40 hari
40 malam, dan airpun mulai surut
150 hari kemudian.
Setelah berada pada hari ke tujuh
belas dari bulan ke tujuh, kapal tersebut berhenti di
gunung Ararat (Agri). Nuh
memerintahkan seekor merpati untuk melihat apakah air telah
benar-benar surut atau tidak, dan
ketika akhirnya merpati tersebut tidak kembali lagi, ia
menyadari bahwa air telah
benar-benar surut. Tuhan memerintahkannya untuk keluar dari kapal
dan menyebar ke seluruh penjuru
bumi.
Salah satu kontradiksi yang
terdapat dalam kisah yang terdapat dalam perjanjian Lama
ini adalah; berdasarkan ringkasan
ini, dalam versi tulisan yang “berbau Yahudi”, dikatakan
bahwa Tuhan memerintahkan kepda
Nuh untuk membawaa tujuh dari binatang-binatang
tersebut, jantan dan betina, Ia
(Tuhan) menyebut-Nya ”clean(halal)” dan hanya pasanganpasangan
binaang-binaang tersebut Ia sebut
“unclean(haram)”. Hal ini bertentangan dengan
teks dibawah ini. Disamping itu
dalam Perjanjian Lama, jangka waktu terjadinya banjir juga
berbeda. Menurut versi yang
berbau Yahudi itu, peristiwa naiknya air akibat banjir terjadi
selama 40 hari, sedangkan
berdasarkan pendapat orang-orang awam, dikatakan terjadinya
selama 150.
Sebagian dari Perjanjian Lama
yang menceritakan tentang banjir Nuh mengatakan ;
Dan Tuhan berkata kepada Nuh,
akhir dari semua jasad manusia adalah menghadap kepadaKu;
dan karena bumi telah penuh
dengan kekerasan; maka lihatlah Aku akan menghancurkan
mereka bersama dengan bumi. Maka
kamu buatlah perahu dari kayu gopher;…..
..Dan, lihatlah meskipun Aku
memberikan banjir yang membanjiri seluruh bumi untuk
menghancurkan semua manusia,
dimana semua yang bernafas, dari bawah surga; (dan)setiap
yang ada dibumi akan mati. Namun
bersamamu Aku akan menetapkan janjiKu; dan kamu akan
masuk ke dalam perahu, kau dan
anakmu, dan istrimu, dan istri-istri anak-anak mu. Dan semua
mahkluk hidup, dua (sepasang)
dari setiap mahkluk kamu bawa ke dalam perahu, untuk tetap
menjaga mereka hidup bersamamu;
mereka haruslah jantan dan betina…
…demikianlah
yang dilakukan Nuh; berdasarkan semua yang Tuhan perintahkan
kepadanya.
(Genesis 6:13-22).
Dan perahupun
berhenti pada bulan ke tujuh, pada hari ke tujuhbelas dari bulan
tersebut di atas
gunung Ararat. (Genesis 8:4).
Setiap binatang
yang halal kamu bawa sebanyak tujuh ke dalam perahu jantan dan
betinanya, dan
biatang yang tidak halal kamu bawa sebanyak dua jantan dan betinanya,
unggas juga kamu
ambil dari udara sebanyak tujuh, jantan dan betinanya, untuk
menjaga agar bebih
tetap hidup diseluuh penjuru bumi (Genesia 7:2-3).
Dan Aku akn
menepati janjiKu terhadapmu, dan semua orang-orang yang lain
akan
ditenggelamkan oleh air banjir, dan banjir akan lebih banyak lagi yang akan
menghancurkan
dunia (Genesis, 9:11).
Berdasarkan kepada Perjanjian
Lama, berkenaan dengan keputusan yang menyatakan
bahwa “semua mahkluk hidup yang
ada di dunia akan mati” dalam sebuah banjir yang
menggenagi seluruh permukaan
bumi, maka semua orang dihukum, dan yang selamat hanyalah
mereka yang berlayar dengan
perahu bersama Nuh.
Banjir Nuh dalam
Perjanjian Baru
Perjanjian Baru yang kita miliki
saat ini adalah bukan sebuah Kitab Suci dalam arti kata
yang sebenarnya. Terdiri dari
perkataan dan perbuatan dari ‘Isa (jesus), Pernanjian Baru
dimulai dengan empat “Gospels
(ajaran)” yang ditulis satu abad setelah kematian ‘Isa oleh
orang-orang yang belum pernah
melihatnya atau berteman dengan Isa; mereka (para penulis) ini
bernama Matius, Markus, Lukas dan
Johanes . Terdapat berbagai kontradiksi yang sangat
gamblang diantara keempat gospel
(ajaran) ini. Khususnya Gospel of John (Johanes) yang
sangat memiliki banyak perbedaan
dengan dari ketiga yang lain (Synoptic Gospel), meski
dalam beberapa tingkat tertentu
memiliki kesamaan. Buku-buku lain dari Perjanjian Baru terdiri
dari surat-surat yang ditulis
oleh Apostle (utusan/rasul) dan Saul dari Tarsus ( yang kemudian
disebut dengan Saint Paul)
menyebutkan perbuataan setelah kematian Isa.
Namun demikian Perjanjian Baru
yang terdapat saat ini bukan lagi merupakan sebuah
naskah suci namun lebih merupakan
sebuah buku semi-sejarah semata.
Dalam Perjanjian Baru, banjir Nuh
disebutkan secara singkat sebagai berikut; Nuh
diutus sebagai seorang pembawa
pesan kepada sebuah masyarakat yang tidak patuh dan
tersesat, namun kaumnya tidak mau
mengikutinya dn meneruskan penyimpangan mereka,
kemudian Allah menimpakan kepada
mereka yang menolak keimanan dengan sebuah peristiwa
banjir dan menyelamatkan Nuh dan
para pengikutnya dengan menempatkan mereka ke dalam
perahu. Beberapa bab dri
perjanjian Baru yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagai berikut;
Tetapi, pada
masa Nabi Nuh, dan juga kedatangan seorang anak laki-laki. Dan
pada hari-hari
di mana mereka sebelum datangnya banjir, mereka makan dan minum,
mereka menikah
dan saling memberi dalam pernikahan itu, hingga datanglah suatu
waktu ketika Nuh
masuk ke dalam perahu, dan mengertilah dia tidak lebih hingga
datangnya
banjir, dan dia membawa mereka semua menjauh, demikian juga dengan
datangnya
seorang anak lelaki itu. (Matius, 24:37-39).
Dan terpisah,
bukan di bumi yang telah tua, tetapi selamatlah Nuh sebagai orang
yang ke delapan,
seorang penyeru kesalehan, membawa dalam banjir ke atas dunia yang
tidak taat pada
Tuhan. (Peter kedua,2: 5)
Dan sebagaimana
pada hari-hari masa Nuh, dan seharusnya juga juga pada masa
seorang anak
laki-laki. Mereka makan, minum, menikahi isteri, mereka saling diberi
dalam
perkawinan, hingga datanglah suatu hari ketika Nuh memasuki perahu, dan
banjir datang,
dan menghancurkan mereka semua. (Lukas, 17: 26-27).
Di saat mereka
itu ingkar (tidak mentaati), ketika suatu masa Tuhan lama
menderita
menunggu di masa Nuh, sembari perahu dipersiapkan, dalam jumlah
beberapa,
delapan jiwa diselamatkan oleh air. (Peter pertama, 3:20).
Dikarenakan
mereka mengabaikan, bahwa dengan kata Tuhan surga-surga
menjadi tua, dan
bumi mempertahankan air dan berada di dalam air: Di mana bumi
kemudian,
diluapi dengan banjir, dibinasakan. (Peter kedua,3:5-6).
Peristiwa
Terjadinya Banjir dalam Kebudayaan Lain
Dalam Kebudayaan
Sumeria
Tuhan/ Dewa yang bernama Enlil
berkata kepada suatu kaum bahwa tuhan yang lain
ingin menghancurkan umat manusia,
namun ia sendiri berkenan untuk meyelamatkan mereka.
Pahlawan dalam kisah ini adalah
Ziusudra, raja yang taat kepada raja negeri Sippur. Tuhan
Enlil menyuruh Ziusudra apa yang
harus dilakukan untuk bisa selamat dari banjir. Naskah yang
berkaitan dengan pembuatan kapal
tersebut telah hilang, namun fakta bahwa bagian ini pernah
ada, diungkapkan dalam bagian
yang menyebutkan bagaimana Ziusudra diselamatkan.
Berdasarkan versi bangsa
Babylonia tentang banjir, bisa disimpulkan bahwa dalam versi bangsa
Sumeria pun, tentulah terdapat
perincian yang lebih luas secara utuh tentang kejadian tersebut,
tentang sebab-sebab terjadinya
banjir dan bagaimana perahu tersebut dibuat.
Dalam Kebudayaan
Babilonia
Ut-Napishtim adalah persamaan
tokoh bangsa Babilonia terhadap pahlawan dalam
peristiwa banjir dalam kisah
bangsa Sumeria yaitu Ziusudra. Tokoh penting yang lain adalah
Gilgamesh. Menurut legenda,
Gilgamesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para
leluhurnya untuk mengupayakan
rahasia kehidupan yang abadi. Ia melakukan sebuah
perjalanan yang menentang bahaya
dan pebuh dengan kesulitan. Ia diperintahkan supaya
melakukan sebuah perjalan dimana
ia harus melewati “Gunung Mashu dan air kematian” dan
sebuah perjalanan yang hanya
dapat diselesaikan oleh seorang anak tuhan bernama Shamash.
Namun Gilgamesh tetap dengan
gagah berani melawan semua bahaya selama perjalanan dan
akhirnya berhasil mencapai
Ut-Napishtim.
Naskah ini dipotong/selesai pada
titik dimana terjadi pertemuan antara Guilgamesh dan
Ut-Napishtim, dan ketika akhirnya
menjadi jelas, Ut-Napishtim bekata kepada Gilgamesh
bahwa “para tuhan hanya menyimpan
rahsia kematiandan kehidupam untuk diri mereka
sendiri” (yang mereka tidak akan
memberikannya kepada manusia). Atas jawaban ini
Gilgamesh bertanya kepada
Ut-Napishtim bagaimana ia dapat memperoleh keabadian; dan Ut-
Napishtim menceritakan kepadanya
kisah tentang banjir sebagai jawaban atas pertanyaannya.
Banjir tersebut juga diceritakan
dalam kisah “duabelas meja (twelve tables) “ yang terkenal
dalam epik tentang Gilgamesh.
Ut-Napishtim memulainya dengan
mengatakan bahwa kisah yang akan diceritakan
kepada Gilgamesh adalah merupakan“sesuatu
yang rahasia, sebuah rahasia dari tuhan”. Ia
berkata bahwa ia dari kora
Shuruppak, kota tertua diantara kota-kota di daratan Akkad.
Berdasarkan ceritanya, tuhan “Ea”
telah menyerukan kepaanya melalui tembok gubuknya dan
mengumumkan bahwa tuhan-tuhan
telah memutuskan untuk menghancurkan semua benih
kehidupan dengan perantaraan
sebuah banjir; namun alasan tentang keputusan mereka tidaklah
diterangkan dalam cerita banjir
bangsa Babylonia sebagaimana telah diterangkan dalam kisah
banjir bangsa Sumeria .
Ut-Napishtim berkata bahwa Ea telah menyuruhnya untuk membuat
sebuah perahu dimana ia harus
membawa serta dan membwa “benih-benih dari semua makhluk
hidup”. Ea memberitahukan
kepadanya tentang ukuran dan bentuk dari kapal tersebut,
berdasarkan hal ini, lebar,
panjng dan ketinggian dari kapal sama satu sama dengan yang lain.
Badai besar menjungkirbalikan
semuanya dalam waktu enam hari dan enam malam. Pada hari
yang ke tujuh, badai mulai reda.
Ut-Napishtim melihat bahwa diluar kapal, “telah berubah
menjadi Lumpur yang lengket’. Dan
sang kapalpun berhenti di gunung Nisir.
Menurut catatan bangsa Sumeria
dan Babylonia, Xisuthros atau Khasisatra
diselamatkan dari banjir oleh
sebuah kapal dengan panjang 925 meter, bersama dengan
keluarga dan teman-temannya dan
bersama burung-burung dan berbagai jenis binatang. Hal ini
dikatkan bahwa “air terbentang
menuju ke surga, lautan menutupi pantai dan sungai meluap
dari dasar sungai”. Dan kapalpun
akhirnya berhenti di gunung Corydaean.
Menurut cattan bangsa Babilonia
-Syria, Ubar Tutu atau Khasisatra diselamatkan
bersama dengan keluarga dan
pembantunya, umatnya dan binatang-binatang dalam sebuah
kapal dengan lebar 600 cubits
(ukuran panjang), tinggi dan lebarnya 60 cubit. Banjir tersebut
berlangsung selama 6 hari dan 6
mala m. Ketika kapal tersebut menapai gunung Nizar, merpati
yang dilepaskan kembali ke kapal
sedangkan burung gagak yang sama-sama dilepaskan tidak
kembali.
Berdasarkan beberapa catatan
bangsa Sumeria, Asyiria dan Babylonia, Ut-Napishtim
bersama dengan keluarganya
selamat dari banjir yang terjadi selama 6 hari dan 6 malam. Hal
ini dikatakan “ Pada hari ke
tujuh Ut-napishtim melihat keluar. Ternyata sangatlah sepi. Orang
telah berubah menjadi Lumpur”.
Ketika kapal berhenti di gunung Nizar, Ut-napishtim
menerbangkan seekor burung
merpati, seekor ggak dan seekor buurng pipit. Burung gagak
tinggal untuk memakan bangkai,
sedangkan dua burung yang lain tidak kembali.
Dalam Kebudayaan
India
Dalam epic dari India berjudul
Shatapata Brahmana dan Mahabharata, seseorang yang
disebut dengan Manu diselamatkan
dari banjir bersama dengan Rishiz. Menurut legenda ,
seekor ikan yang ditangkap oleh
Manu dan ikan tersebut diselamatkannya, tiba-tiba berubah
menjadi besar dan mengatakan
kepadanya untuk membuat sebuah perahu dan mengikatkan ke
tanduknya. Ikan ini dilambangkan
sebagai pengejawantahan dari dewa Wisnu. Ikan tersebut
menuntun kapal mengarungi ombak
yang besar dan membawanya ke utara ke gunung Hismavat.
Dalam Kebudayaan
Wales
Menurut legenda Welsh (dari
Wales, dari Celtic di Inggris), dikatakan bahwa Dwynwen
dan Dwfach selamat dari bencana
yang besar dengan sebuah kapal. Ketika banjir yang amat
mengerikan yang terjadi dari
meluapnya Llynllion yang disebut dengan Danau Gelombang.
Setelah selamat akhirnya mereka
berdua mulai menghuni kembali daratan Inggris.
Dalam Kebudayaan
Scandinavia
Legenda Nordic Edda melaporkan
tentang Bergalmir dan istriya selamat dari banjir
dengan sebuah kapal yang besar.
Dalam Kebudayaan
Lithuania
Dalam legenda Lithuania,
diceritakan bahwa beberapa pasang manusia dan binatang
diselamatkan dengan berlindung di
puncak permukaan gunung yang tinggi. Ketika angin dan
banjir yang berlangsung sela dua
hari dan dua belas malam tersebut mulai mencapai ketinggian
gunung yang hampir akan
menenggelamkan yang ada diatas puncak gunung tersebut, sang
Pencipta melemparkan sebuah kulit
kacang raksasa kepada mereka. Sehingga mereka yang ada
di gunung tersebut diselamatkan
dari bencana dengan berlayar didalam kulit kacang raksasa ini.
Dalam Kebudayaan
China
Sumber di bangsa China
menghubungkan cerita ini dengan seseorang yang dipanngil
denangan nama Yao bersama dengan
tujuh orang lain atau Fa li bersama dengan istri dan anakanaknya, diselamatkan
dari bencana banjir dan gempa bumi dalam sebuah perahu layar. Disini
dikatakan “dunia semuanya berada
dalam kehancuran. Air menyembur dan menutupi semua
tempat”. Akhirnya, airpun surut.
Banjir Nuh dalam
Mitologi Yunani
Dewa Zeus memutuskan untuk
menghancurkan orang-orang yang telah menjadi semakin
bertindak sesat setiap saat,
dengan sebuah banjir. Hanya Deucalion dan istrinya Pyrrha yang
diselamatkan dari banjir, karena
ayah Deucalion sebelumnya telah menyarankan anaknya untuk
membuat sebuah kapal. Pasangan
ini turun ke gunung Parnassis pada hari ke sembilan setelah
turun dari kapal.
Semua legenda ini mengindikasikan
sebuah realitas sejarah yang konkret. Dalam sejarah
setiap masyarakat/kaum menerima
pesan dan risalah, setiap insan menerima wahyu Suci,
sehinga banyak kaum yang telah
belajar tentang Banjir. Sayangnya, sebagaimana kaum-kaum
yang berpaling dari inti wahyu
Suci, peristiwa banjir besar itupun mengalami banyak perubahan
dan menjadi bermacam legenda dan
mitos.
Satu-satunya sumber dimana kita
dapat menemukan kisah sejati tentang Nuh dan kaum
yang menolaknya adalah di dalam
Al Qur’an, yang merupakan satu-satunya sumber yang
belum (dan tidak akan) mengalami
perubahan sebahai Wahyu suci.
Al Qur’an menyediakan bagi kita
keterangan yang benar tidak hanya tentang banjir Nuh
namun juga tentang kaum dan
peristiwa sejarah lainnya, dalam bab-bab berikut kita akan
melihat kembali kisah-kisah
sejati ini.
_________________________________________________________________
i Max Mallowan, Nuh’s Flood
Reconsidered, Iraq: XXVI-2, 1964.p.66
ii Ibid
02_banjir_nabi_nuh Page 27 of 27
iii Muazzez Ilmiye Cig, Kuran,
Incil ve Tevrat’in Sumer’deki Kokleri (The Roots of Qur’an, Old
Testament and New Testament in
Sumer), 2.b., Istanbul: Kaynak, 1996
iv Werner Keller, Und Die Bibel
hat doch recht (The Bible as History: a Confirmation of the
Book of Books), New York: William
Morrow, 1964, pp.25-29
v Max Mallowan, Nuh’s Flood
Reconsidered, Iraq: XXVI-2, 1964.p.70
vi Werner Keller, Und Die Bibel
hat doch recht (The Bible as History: a Confirmation of the
Book of Books), New York: William
Morrow, 1964, pp.23-32
vii “Kish”, Britannica Micropaedia
, Volume 6, p.893
viii “Shuruppak”, Britannica
Micropaedia, Volume 10, p.772
ix Max Mallowan, Early Dynastic
Period in Mesopotamia, Cambridge Ancient History 1-2,
Cambridge: 1971, p.238.
x Joseph Campbell, Eastern
Mythology, p.129
xi Bilim ve Utopya,
July 1996, 176. Footnote p.19
sumber: info@harunyahya.com
0 comments:
Post a Comment