Pertanyaan di atas sering sekali muncul dari umat Islam, mengingat shalat witir dianggap sebagai shalat penutup shalat sunnat malam sebagaimana hadis dari Abdullah bin Umar r.a, Nabi SAW bersabda :
اجْعَلُوا آخِرَ صَلاتِكُم بِاللَّيْلِ وِتْرًا
Artinya : Akhirilah shalat kalian pada malam hari dengan shalat witir. (Muttafaqun ‘alaihi)[1]
Perintah menutup shalat malam dengan witir ini hukumnya adalah sunnat, artinya apabila seseorang masih melakukan shalat malam seperti tahajjud sesudah witir, maka shalat tahajjud tersebut sah adanya dan tetap mendapat fadhilah tahajjud. Hal ini karena Rasulullah SAW sendiri pernah melakukan shalat dua raka’at setelah shalat witir sebagaimana riwayat Muslim dari Aisyah, beliau berkata :
ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّ التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ، ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ وَهُوَ قَاعِدٌ،
Artinya : Kemudian Rasulullah SAW bangun untuk melaksanakan rakaat kesembilan, hingga beliau duduk tasyahud, beliau memuji Allah dan berdoa. Lalu beliau salam agak keras, hingga kami mendengarnya. Kemudian sesudah itu, beliau shalat dua rakaat sambil duduk (H.R. Muslim)[2]
Dalam mengomentari hadits ini, Imam al-Nawawi dalam Majmu’ Syarh al-Muhazzab mengatakan bahwa hadits ini merupakan bayan al-jawaz (menjelaskan kebolehan) melakukan shalat dua raka’at sesudah witir, bukan menunjukkan sebagai amalan utama mengingat banyak sekali perintah dari hadits menutup shalat malam dengan witir.[3] Pada halaman lain, Imam al-Nawawi mengatakan :
إذَا أَوْتَرَ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ ثُمَّ قَامَ وَتَهَجَّدَ لَمْ يُنْقَضْ الْوِتْرُ عَلَى الصَّحِيحِ الْمَشْهُورِ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ بَلْ يَتَهَجَّدُ بِمَا تَيَسَّرَ لَهُ شَفْعًا
Artinya : Apabila seseorang witir sebelum tidur, kemudian bangun melakukan shalat tahajjud, maka tidak digugurkan witir* berdasarkan pendapat shahih yang masyhur. Dengannya, Jumhur meng-qatha’-nya. Bahkan hendaknya bertahajjud dengan raka’at genap yang mudah baginya.[4]
Satu halaman berselang setelahnya, beliau mengatakan :
إذَا أَوْتَرَ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيَ نَافِلَةً أَمْ غَيْرَهَا فِي اللَّيْلِ جَازَ بِلَا كَرَاهَةٍ وَلَا يُعِيدُ الْوِتْرَكَمَا سَبَقَ
Artinya : Apabila seseorang sudah melakukan witir, kemudian merencanakan shalat sunnat nafilah atau lainnya pada malam, maka boleh tanpa makruh dan tidak diulangi lagi witirnya sebagaimana penjelasan sebelumnya.[5]
Imam al-Ramli mengatakan :
ولا يكره التهجد بعد الوتر لكن ينبغي ان يؤخره عنه قليلا
Artinya : Tidak makruh tahajjud sesudah witir, tetapi hendaknya ditakhirkan dari witir sedikit.[6]
Kesimpulan :
Apabila seseorang sudah melakukan witir, kemudian merencanakan shalat sunnat nafilah atau lainnya pada malam, maka boleh tanpa makruh dan tidak diulangi lagi witirnya sebagaimana penjelasan sebelumnya. Bahkan seandai seseorang mengulangi witirnya, maka shalat witir tersebut tidak sah berdasarkan hadits Nabi SAW berbunyi :
لا وتران في ليلة
Artinya : Tidak ada dua witir dalam semalam (H.R. Abu Daud, Turmidzi dan al-Nisa-i. Turmidzi mengatakan, hadits hasan)[7]
* Yang dimaksud dengan menggugurkan witir adalah melakukan shalat satu raka’at sesudah tidur untuk menggenapkan witir yang sudah dilakukan sebelum tidur, kemudian baru melakukan shalat tahajjud, lalu melakukan witir kembali.[8]
[2] Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 513, No. Hadits : 746
Disalin dari:http://kitab-kuneng.blogspot.com/2013/07/bolehkah-shalat-sunat-lagi-setelah-witir.html
0 comments:
Post a Comment