Kapan saja dan siapa saja dapat datang
ke rumah seseorang untuk bertamu, baik dengan berjanji terlebih dahulu
atau tanpa membuat janji terlebih dahulu. Dalam bahasa Sasak bertamu
disebut betemue. Bertamu yaitu mengujungi rumah orang lain baik
itu keluarga, sahabat kerabat atau siapa saja. Apabila seseorang pergi
mengujungi rumah orang lain, dalam tatakrama adat Sasak ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan yaitu:
Perlu diketahui bahwa untuk bertamu,
tidak ada ketentuan mengenai adanya waktu-waktu tertentu. Konsep orang
Sasak tentang waktu lebih longgar, sama sekali tidak terikat oleh alat
penjaga waktu yang selalu dililit di tangan yang bernama arloji. Konsep
waktu orang Sasak lebih berkaitan dengan waktu alami yang berhubungan
dengan waktu untuk salat. Sehingga dalam pergaulan dan membuat
jadwal-jadwal, seringkali ditentukan waktu ba’da ashar, ba’da magrib dan
sebagainya.Waktu bertamu yang juga dianjurkan adalah pada malam hari
setelah salat isya (jam 20.00) sampai sekitar jam 22.00, atau bahkan
bisa lebih lama dari itu.Waktu antara saat shalat Magrib dan lsya’ bagi
kebanyakan orang Sasak, dipergunakan untuk beribadah (shalat) dan atau
untuk makan malam. Karena itu sebaiknya tidak dipilih saat-saat itu
untuk berkunjung. Tamu yang akan berkunjung harus benar-benar mengetahui
waktu yang luang tuan rumah yang akan dikunjungi.
B. Tata Cara Bertamu
Tamu yang datang hendaklah terlebih
dahulu mengucap salam agama “ Assalmu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh”, barulah mengetuk pintu. Apabila tuan rumah sudah membuka
pintu dan mempersilakan masuk, maka tamu sedikit membungkuk memberi
hormat lalu masuk. Biasanya tuan rumah menyilakan tamunya duduk, apakah
dengan bersila atau duduk di atas korsi. Pada masa dahulu amat jarang
dijumpai korsi tempat duduk. Biasanya digunakan lante *) sebagai alas tempat duduk bersila.
Di rumah orang Sasak, acapkali ditemukan Berugaq* ). Ukuran lumrahnya 2,5 x 2 meter yang biasa juga disebut sekepat ( berugak bertiang empat ). Selain Berugaq, ada juga bale jajar (
karena konstruksi tiangnya berjajar) atau disebut sekenem yang jumlah
tiangnya enam buah. Fungsi sekenem sama dengan berugaq tetapi ukurannya
lebih luas, sekitar 5×3 meter. Di sinilah lazimnya orang Sasak menerima
tamu yang diakrabinya. Karena berbentuk bale-bale sehingga di kedua
jenis bangunan (berugaq atau bale jajar/sekenem) tidak disediakan
kursi, akan tetapi caranya dengan duduk bersila.
Perlu juga diperhatikan bahwa jika
memasuki rumah untuk bertamu, secara umum berlaku tradisi melepas alas
kaki, sepatu ataupun sandal. Kecuali jika tuan rumah terus menerus
melarang melepas alas kaki, jika tamu mau, dapat juga tidak melepasnya.
C. Menerima Suguhan
Tidak jarang, kopi sebagai suguhan
tunggal tuan rumah terhadap tamunya. Dalam hal kopi sebagai suguhan
tunggal, tuan rumah akan menyampaikan ungkapan basa-basi dengan
mengatakan: kopinya wanen *), maksudnya kopi itu dihadirkan
sendiri tanpa ada penganan lain yang menyertainya. Tetapi suguhan minum
bisa juga ditemani kue dari jenis apa saja, tidak ada yang standar.
Orang Sasak suka dengan suguhan kopi. Banyak diantaranya memiliki cita
rasa yang tinggi sehingga terampil membedakan secangkir kopi yang
diseduh dengan air yang baru mendidih dengan panas yang cukup, air panas
dimasak dengan kayu bakar. Begitu pula, bisa di bedakan antara kopi
yang dimasak pakai kekete* ).
D. Hal Tabu Ketika Bertamu- Mengambil atau Memegang dengan Tangan Kiri
Orang Sasak, pada dasarnya tidak menerima budaya tangan kiri (left-handed). Anak-anak yang terlahir kidal, dipaksa untuk mengubah bawaan alaminya untuk mengikuti “Budaya tangan kanan” dengan cara yang kadang-kadang dipaksakan.
Bagi masyarakat Sasak,
ada perbedaan yang tegas antara fungsi tangan kanan dan tangan kiri
dalam penggunaannya. Orang Sasak menganggap bahwa tangan kanan adalah
“Tangan baik” sedangkan tangan kiri adalah “Tangan kotor” yang wilayah
penggunaannya terbatas, paling untuk urusan membersihkan sesuatu yang
dianggap kotor. Ini budaya Sasak dan tidak terlalu dipermasalahkan.
Tangan kiri memiliki
image yang lebih buruk sehingga tidak digunakan untuk memberi dan
menerima sesuatu bahkan untuk menerima uang sekalipun. Tangan kiri tidak
dipakai menunjuk sesuatu, atau mengambil makanan. Khusus bagi
seseorang yang kidal tentu saja tidak akan dipandang tidak sopan jika ia
menulis, mengoperasikan alat tertentu, atau kegiatan lainnya, sepanjang
itu dilakukan untuk dirinya sendiri tanpa ada hubungan komunikasi
dengan orang lain. Khusus dalam hal menunjuk, cara yang dianggap paling
sopan adalah menunjuk dengan jempol jari tangan kanan. Perlu digaris
bawahi juga bahwa menggunakan kaki untuk menunjuk sudah tentu sangat
melanggar aturan tatakrama adat Sasak.
2. Hindari kata Kamu
Kosa kata yang paling dihindari penggunaannya dalam percakapan dengan orang Sasak adalah kata kamu “ ente” untuk laki-laki dan “kemu”
untuk wanita Meskipun percakapan tersebut menggunakan Bahasa Indonesia
yang tidak mengenal strata dalam kosa katanya, tetapi orang Sasak
terlanjur memandang kata kamu sebagai kata yang kasar dan dipakai untuk
menyatakan kemarahan atau merendahkan lawan bicara. Karena itu, sangat
dihindari penggunaannya dan digantikan dengan kata situ, Anda atau “side” (bahasa Sasak).
Untuk menyatakan orang
kedua tunggal (kamu) kepada orang yang dihormati karena status sosialnya
maupun karena usianya yang lebih tua, digunakan kata pelinggih atau
pelungguh. Jika lawan bicara berstatus tertinggi yang bergelar Datu
(laki-laki) atau Dinde (perempuan) atau Raden Nune (laki-laki belum
menikah), digunakan kata Pelungguh Dekaji. Tetapi untuk yang terakhir
ini sangat jarang digunakan, lebih-lebih pada zaman sekarang yang sudah
banyak mengalami pergeseran
Kata side
digunakan dalam percakapan antara dua orang yang setara dari segi usia
atau status sosial. Jadi, mesti berhati-hati dengan kata yang satu ini,
kalau ada orang Sasak dikatakan kamu, ente, atau kemu
dan mereka diam, perlu bijak dalam menafsirkan diamnya itu. Artinya,
sebenarnya mereka merasa tidak nyaman, tetapi sekaligus mencoba belajar
menerima perkataan itu.
3. Ketika Makan Bersama
Orang Sasak memiliki tradisi makan bersama dengan cara duduk. Tradisi ini memiliki aturan-aturan
kecil yang mesti diperhatikan. Adalah bijak bagi tamu jika mengenal
tradisi keseharian tuan rumah. Seseorang akan merasa lebih dihargai jika
menyaksikan bahwa tamunya bersedia mengikuti tradisi yang dianut tuan
rumah. Itu bisa membuat tuan rumah menjadi lebih cepat akrab.
Pertama, jangan
mulai mengambil makanan sebelum tuan rumah atau salah seorang yang akan
mewakil tuan rumah mempersilahkan. Tuan rumah biasanya akan
mempersilakan dengan mengatakan: dawek. ngaturang, atau silaq.atau silaq ngiring mulei.
Kedua, ambil dan
suaplah makanan hanya dengan tangan kanan. Tangan kiri jangan pernah
dipakai. Selain itu, orang Sasak makan dengan lauk dan daging dari wadah
yang sama, dan tidak selalu disediakan sendok. Memang terasa lebih
akrab, kendatipun sudah mulai dipertanyakan dari segi kesehatan dan
kebersihan, namun inilah yang sudah teradat di Gumi Sasak.
Ketiga, selama
acara makan bersama berlangsung, tidak boleh membicarakan hal-hal yang
menjijikkan, membuang ingus, mengunyah makanan sampai mulut berbunyi mecak *) bahkan tidak umum berbicara berlebihan.
Keempat, jika
seseorang telah selesai makan, tidak berarti boleh langsung cuci tangan.
Tunggulah sampai orang lain sudah selesai makan dan dipastikan ada
seseorang yang akan menawarkan untuk mengakhiri acara makan bersama
tersebut. Jika anda sudah terlanjur selesai dan belum juga ada yang
mempersilahkan menutup acara makan bersama tersebut, dibolehkan
mengambil apa saja hidangan yang masih tersedia, biasanya
kacang-kacangan yang gurih.
4. Bersiul
Bagi orang Sasak,
ekspresi kesenangan dengan cara bersiul mesti dilakukan pada tempat dan
waktu yang pantas. Bersiul di malam hari sangat dilarang. Begitu pula,
bersiul di wilayah-wilayah yang bersifat pribadi seperti di dalam rumah.
Demikian juga di pekarangan rumah tidak dibolehkan.
Tempat yang dipandang
pantas untuk bersiul adalah di tempat umum, seperti di jalan raya, di
kebun, di sawah, di ladang, dan tempat-tempat sejenis. Mitos yang
berkembang di kalangan suku Sasak dalam hal bersiul yaitu bisa
mengundang datangnya ular. Entah apa kaitannya, tetapi diduga itu hanya
jalan pikiran untuk menakut-nakuti sehingga seseorang tidak bersiul di
tempat-tempat yang merupakan wilayah pribadi.
5. Mengumpat
Dalam konteks pergaulan
dan keakraban yang dalam, terutama di kalangan orang Sasak kebanyakan,
dua orang Sasak yang saling bertemu, akan saling mengumpat dengan
kata-kata yang kotor lagi kasar, tetapi kadang banyak di antara mereka
mereka mampu membedakan antara umpatan untuk keakraban dengan umpatan
untuk menghina atau karena marah dan kesal. Di tengah-tengah
bermaki-makian dan berumpat ria itu, satu hal yang tidak boleh
dilakukan, yaitu seorang laki-laki tidak boleh mengumpat kepada seorang
wanita dengan menyebut kemaluan wanitanya. Itu bisa tergolong
pelanggaran adat. Tetapi jika saling umpat di antara sesama wanitanya
meskipun dengan menyebut kemaluan wanita, tidak termasuk pelanggaran.
6. Pegang Kepala, Telinga dan Pundak
Bagi orang Sasak, ada
tiga bagian tubuh yang tidak boleh dipegang atas alasan yang berbeda
yaitu kepala, telinga dan pundak. Jangan coba-coba memegang kepala laki-
laki di luar keperluan untuk bercukur atau mungkin mencabut ubannya.
Mereka sangat menjaga kepalanya agar tidak dipegang sembarang orang,
karena diartikan sebagai tindakan merendahkan atau terkalahkan. Lain
lagi maknanya memegang telinga. Mereka tak menyukainya karena ini salah
satu cara untuk menantang berkelahi. Memegang pundak juga tidak lazim.
Seseorang yang telah dipegang pundaknya merupakan pertanda ia telah
dikuasai (under controlled) oleh pemegangnya. Kadang orang Sasak beranggapan bahwa dipegang pundaknya berarti direndahkan.
7. Berludah
Selain mengumpat
seperti disebutkan di muka, dalam mengekspresikan perasaan marahnya,
orang Sasak juga akan memperlihatkan dengan cara berludah. Tetapi cara
berludah di sini bukan dilakukan dengan cara yang lazim sebagaimana
berludah alami, melainkan dengan membuat tarikan kuat di rongga mulut
lalu dikeluarkan dengan tekanan dan bunyi yang kuat pula bekoeek Biasanya bekoeek*) dilakukan
dengan cara yang demonstratif, langsung di depan seseorang yang ingin
dijadikan target kemarahannya. Ada kalanya orang yang ditargetkan tidak
di tempat maka dapat juga diperlihatkan kepada lawan bicara yang ada,
akan tetapi tetap saja untuk memperlihatkan kemarahannya kepada orang
ketiga yang dibencinya.
Berludah di dalam rumah
juga sangat dihindari oleh orang Sasak. Lebih-lebih jika ada orang lain
teman duduk, maka jangan berludah secara langsung di depannya,
melainkan dengan cara permisi terlebih dahulu dan keluar sebentar untuk
keperluan berludah.
________________________________________________________________________
Sumber : Bahan Ajar Muatan lokal gumi sasak untuk SD/MI Kelas V oleh H. Sudirman dkk.
0 comments:
Post a Comment