Saturday, April 20, 2013

Cerita Dende Cilinaye


Cerita yang bertradisi panjian ini membuka tuturannya dengan menceritakan kemasygulan dua Raja bersaudara, yaitu Raja Keling dan Raja Daha. Konon kedua Raja tersebut belum dikarunia putra meskipun telah lama menikah. Karena hal tersebut kedua raja tersebut bersepakat untuk pergi ke sanggar pemujaan (Bahasa Sasak : pedewaq ) untuk melepas nazar ( sesangi ), guna memohon kepada Allah Yang Mahakuasa agar memperoleh putra. Dengan disaksikan oleh patuh, mentri-mentri dan kaula (pengiring), kedua raja tersebut melepas nazar.
Raja Daha, dengan tangan terkepal ia berkata “ Wahai seluruh rakyatku ! Wahai sang maha pencipta, dengarlah janji sesangiku (nazar), jika sekiranya aku dikaruniai anak putri aku akan datang ke tempat ini untuk menyerahkan tebusan dengan membawa dua ekor kerbau yang gemuk, akan kulapisi kulitnya dengan emas murni,  bertanduk Intan Belian, bersepatu Perak, dan berekor Sutra Kuning, inilah janjiku “.
Setelah itu tampillah raja Keling, iapun naik di bukit kayangan dengan suara lirih sambil menengadahkan kedua tangannya iapun berkata : “ Wahai zat yang Maha Pencipta dengarkanlah pintaku, aku mohon pada-Mu berikanlah aku seorang putra, jika engkau kabulkan do’aku ini aku akan datang ke tempat ini lagi denganmembawa, selembar Sirih, sebuah Pinang, sejumput Kapur dan sebatang Rokok, inilah janjiku.”
Tidak lama kemudian Tuhanpun mengabulkan permohonan mereka, kedua permaisuri tersebut telah menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Singkat cerita permaisuri Raja Daha melahirkan bayi perempuan dan permaisuri Raja Keling melahirkan bayi laki-laki.
Sebagai rasa syukur atas kelahiran putranya, pada hari yang keempat puluh Datu Keling mengajak punggawa kerajaan dan seluruh rakyatnya untuk mengadakan upacara syukuran sekaligus penebusan di pantai Kayangan, ia memerintahkan agar membawa dua ekor kerbau gemuk, bekulit emas, bertanduk intan permata dan bersepatu perak serta berekor sutra jingga. Dua ekor kerbau itu disembelih, kepalanya dibuang ke laut, daging-dagingnya dibagikan kepada pakir miskindan anak yatim. Demikian pula perhiasan Kerbau tersebut dibagikan kepada rakyatnya. Pada saat itulah putra kerajaan Keling diberi nama RADEN MAS PANJI.
            Lain halnya dengan Raja Daha, ia lupa pada janji yang telah diucapkannya. Ia terbuai oleh rasa bahagia karena mempunyai seorang putri. Sampai putrinya berusia dua tahun baru ia ingat pada janjinya.
            Maka iapun memerintahkan agar membawa dua ekor kerbau kurus yang tidak dihiasi dengan apapun. Ketika mereka berada di bulit Kayangan, tiba-tiba berhembus angin putting beliung, dengan takdir Allah yang maha kuasa, putri Raja Daha kemudian diterbangkan oleh angin dengan begitu cepat, raja terperanjat menyaksikan, tertegun tak mampu beruat sesuatu, permaisuri dan raja memandang kepergian putrinya yang melayang-layang. Raja hanya mampu memandang langit saja. Tiada tertuturkan nasib si bayi, sudah tak tampak lagi, menghilang dari pandangan mata, Rajapun seperti gila, ia berpeluk sambil menangis berguling-guling, Raja Daha tak sadarkan diri, nangis pula para pengiringnya suara tangis riuh rendah, akhirnya Datu Keling dan Datu Daha berangkat pulang ke negerinya.
            Putri raja yang diterbangkan angin putting beliung dan terjatuh di sebuah Taman Sari milik Raja Keling. Ditemukan oleh penungu Taman yang bernama Amaq dan Inaq Bangkol (bangkol = mandul ). Sang Putri dipeliharanya dengan penuh kasih sayang yang kemudian kemudian diberi nama Cilinaye ( si kecil yang sengsara ).
            Sementara itu putra Raja Keling yang bernama Raden Mas Panji juga tumbuh menjadi putra mahkota yang gagah. Kini usianya mencapai 17 tahun. Ia adalah seorang pangeran yang sangat cerdas, tampan dan penyabar. Setiap hari ia dilatih olah kanuragan oleh seorang guru. Selain itu ia juga diajar mengaji, ilmu agama dan ilmu budi pekerti.
            Pada suatu malam Raden Mas Panji bermimpi yang sanget aneh, ia bermimpi sang rembulan tiba-tiba turun dari langit dan jatuh dari pangjuannya, ia mendekap bulan itu dengan penuh kasih sayang.
Ketika bangun Raden Mas Panji memanggil Raden Wirun seorang abdi dalem yang bertugas untuk mendampingi Raden Mas Panji.
 “ Kakang Wirun, semalam aku bermimpi yang sangat aneh,”
“ Oh ya, bolehkah aku tahu apa gerangan mimpi Adik Panji itu ?”
“ Aku bermimpi sang rembulan jatuh di pangkuanku, lalu aku mendekapnya erat-erat” tutur Raden Mas Panji.
“ Oh, benar-benar aneh mimpi Adik Mas Panji itu.Selama hidupku aku sendiri belum pernah mimpi seaneh itu “ kata Raden Wirun sedikit tercengang. ”sebaiknya kita ceritakan mimpi itu kepada ayahanda Prabu,” lanjutnya.
Raden Wirunpun tanpa pikir panjang, langsung menghadap Raja Daha untuk menceritakan mimpi Raden Mas Panji.
“setelah mendengar cerita mimpi tersebut, beliau sangat terkejut, sebentar kemudian Raja Dahapun berkata : “ Wahai anakku Raden Wirun mimpi anakku pertanda baik, jika anakmu Raden Panji pergi memancing, niscaya ia akan mendapat ikan yang banyak, jika ia berusaha pasti ia akan mendapat untung yang banak, jika ia berburu pasti ia akan mendapat binatang buruan yang banyak. Sampaikan salamku pada adikmu, jangan merasa sedih dengan mimpi itu dan suruhlah ia memilih pekerjaan yang yang hendak ia lakukan, yang jelas pastiia akan memperoleh keuntungan.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Raden Wirun, Raden Mas Panji pun mengajak Raden Wirun untuk berburu Kijang Putih. Dalam perburuan tersebut Raden Mas Panji ditemani oleh Raden Wirun, Patih Andaga dan paman Semar. Berhari-hari mereka berburu tak satupun binatang yang ia dapatkan sampai akhirnya mereka beristirahat di bawah pohon kayu yang rindang. Ketika sedang istirahat tersebut Rombongan Raden Mas Panji bertemu dengan Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol yang sedang mencari bunga di pinggir hutan. Setelah memperkenalkan diri Raden Mas Panji menawarkan diri untuk menginap di rumah Inaq Bangkol. Inaq Bangkol takut untuk menolak karena Raden Mas Panji adalah Putra dari Raja Keling yang merupakan pemilik dari taman Mekarsari yang dijaga oleh Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol.
            Diceritakan Raden Panji datang kerumah Inaq dan Amaq Bangkol. Mengetahui kedatangan Raden Panji, maka Inaq dan Amaq Bangkol menyembunyikan Cilinaye pada sebuah teropong yaitu bambu tempat memasukkan benang pada waktu menenun. Namun karena takdirnya memang berjodoh dengan Raden Panji maka rambut Cilinaye tersangkut pada hulu keris Raden Panji.
Diceritakan Raden Panji segera mengutus Raden Wirun untuk menghadap ayahandanya Prabu Keling, guna menceritakan keinginan Raden Panji untuk menikah dengan Anak Bangkol Cili. Sesampainya di Balairung kerajaan Raja Keling segera menyambut Raden Wirun dan menanyakan kabar Raden Panji  selama berburu. Setelah menghaturkan sembah, Raden Wirun menceritakan pengalaman mereka selama berburu. Dalam perburuan tersebut tak satupun buruan binatang yang didapat, selanjutnya Raden Wirun menceritakan kisah pertemuan mereka dengan Putri Bangkol Cili serta mengutarakan niat Raden Panji untuk mempersunting Putri Bangkol Cili.
Demi mendengar akan maksud putranya Raja Keling sangat murka. Sudah gilakah putraku itu, itu sama artinya dengan menjatuhkan badan di air yang kotor, dari pada ia kawin dengan anak babu itu lebih baik ia bunuh dulu saya, Raden Wirun ! katakan pada adikmu, nasehati dia apapun alasannya dia harus mengindari hubungannya dengan La Cili, saya selamanya tidak akan pernah memberi restu”.
Raden Wirun segera mohon pamit pada Raja Keling untuk menjumpai Raden Panji. Sesampainya di sana dijumpainya mereka sedang berkumpul. Raden Wirun segera menyampaikan pesan Raja Keling kepada Raden Panji yang berisi penolakan dan larangan untuk mengakhiri hubungannya dengan putri Bangkol Cili. Mendengar kabar tersebut Inaq Bangkol berkata : “Aduh Gusti, sudah kuduga sebelumnya, pastilah kami yang akan disalahkan, hamba mohon sudilah kiranya Raden meninggalkan putri kami demi menjaga martabat paduka dan demi kebaikan bagi kami. Namun dengan mantap Raden Panji berkata
“Sudah pasti, nasehat ayahanda Prabu akan kutolak, apapun yang terjadi siap aku jalani, lebih aku mati atau hidup menderita daripada tidak berjodoh dengan Sang Putri. Akhirnya meski tanpa restu Raja Keling, Raden Panji dengan dibantu oleh pengikut setianya tetap melangsungkan pernikahan.
            Pernikahan dua sejoli ini tidak direstui oleh Datu Keling karena menganggap anaknya mengawini orang kebanyakan ( bukan keturunan bangsawan ). Ketidak setujuan Datu Keling membawa tuturan berikutnya menjadi tragis. Datu Keling segera memerintahkan seorang penggawa kerajaan untuk memanggil juru Tuwok dan Dende Pati. Setelah menghadap Sang Prabu keduanya langsung menghaturkan sembah. Datu Keling kemudian berkata “ Adapun maksudku memanggil kalian adalah untuk melaksanakan tugas yang berat. Aku tidak ingin kerajaan ini ternoda oleh keturunan orang yang tidak jelas asal usulnya, untuk itu kalian harus melenyapkan Si Cili. Jika kalian gagal maka nyawa kalian taruhannya “.
Meski dengan berat hati Juru Tuwok dan Dende Pati menjawab “segala titah paduka akan kami laksanakan”.
Sementara itu Raden Mas Panji sengaja diperintah untuk mencari Kijang Putih untuk ibunya yang sedang sakit.
Diceritakan bahwa Juru Tuwok dan Dende Pati sudah sampai di tempat Putri Cilinaye. Dijumpai Putri Cilinaye sedang menyuapi putranya yang baru berumur enam bulan.
“Maksud kedatangan kami adalah untuk menjalankan perintah Prabu Keling, kami harus membunuh Cili ! kata Juru Tuwok.
“Kalau itu perintah Prabu laksanakanlah, akan tetapi hamba mohon diberi kesempatan untuk menyusui dan menyuapi putra hamba “ mohon Putri Cilinaye “ Baiklah, susui dan suapi anakmu sekenyang-kenyangnya “Sahut Dende Pati.
Dengan penuh deraian air mata Putri Cilinaye menyuapi putranya, sambil melantunkan tembang.
“Sudah menjadi suratan Takdir
Ketentuan dari Allah Yang Maha Kuasa
Yang harus aku jalani
Merupakan kesanggupan jiwa sejak azali.
Ketika telah sampai di tengah padang yang luas tempat Putri Cilinaye akan dibunuh berkatalah Dende Pati. “Disinilah kamu akan kami bunuh Cili ! kata Dende Pati. Dengan tenang Putri Cilinaye menjawab. “Hamba mohon tempat yang sepi dan jauh dari desa, hamba khawatir nanti bau bangkai hamba akan tercium oleh penduduk desa. Kalau tuan berkenan bunuhlah hamba di Tanjung Menangis, pinta Putri Cilinaye. Akhirnya disetujui tempat pembunuhannya di Tanjung Menangis.Sesampainya di Tanjung Menangis Putri Cilinaye berkata :
“Dengarkanlah oleh kalian !
“Kalau benar hamba ini keturunan rakyat jelata (sasak jajar karang) lihatlah nanti ! jika darah hamba berwarna merah dan berbau amis serta apabila darah hamba jatuh ketanah maka hamba benar-benar keturunan rakyat jelata. Akan tetapi lihatlah nanti ! jika darah hamba berwarna putih, berbau harum dan muncrat ke langit, maka hamba adalah keturunan kusuma (bangsawan).
Terbukti ketika Juru Tuwok menghujamkan keris pusaka tepat pada payudara Putri Cilinaye. Darah yang keluar berwarna putih berbau harum serta mencurat ke langit.
            Karena dihantui oleh perasaan tidak enak akhirnya Raden Mas Panji meninggalkan pulang ketiga pengawalnya yang masih dalam keadaan tidur. Setelah sampai di rumah Raden Mas Panji tidak menemui isterinya lama ia mencari akhirnya Raden Mas Panji menemukan mayat isterinya beserta anaknya.
Raden Panji berkata : “Allah, beginilah kejadiannya. Andaikan aku tahu begini jadinya, tentu takkan kutinggalkan kalian berburu. Tidaklah salah apa yang pernah dinda katakan, inilah siasat untuk memisahkan kita. Semoga Allah membalas perbuatan jahat mereka.
Aduh wahai ananda buah hati. Sungguh malang nasibmu masih kecil sudah sengsara, ditinggal mati ibu tercinta sebagai akibat dianiaya orang.
“Semoga Allah Yang Maha Kuasa mengabulkan permohonanku agar nanda tetap dalam lindungan-Nya, semoga nanda selamat di dunia sampai akhirat”.
            Ketika mereka terbangun (dari istirahat setelah berburu), didapatinya Raden Panji sudah tidak ada ditempatnya. Merekapun berpencar untuk mencari kemana gerangan Raden Panji pergi. Lama mencari tanpa hasil merekapun memutuskan untuk pulang ke rumah isteri Panji Anom. Di rumah tak seorangpun didapatinya dalam keadaan termenung mereka mereka mendengar suara ghaib yang yang memberi tahu bahwa Raden Panji berada di Tanjung Menangis. Sesampainya di Tanjung Menangis didapatinya Raden Panji sedang memangku mayat isterinya Raden Andaga dan Turas Semar segera menghatur sembah dan mohon agar mereka mengganti Raden Panji untuk menggendong putra serta memandikan mayat isterinya, akan tetapi mesti sudah berulangkali diminta Raden Panji tetap menolak”.
            Karena rasa cinta Raden Mas Panji terhadap isteri maka mayat Cilinaye dibuatkan table (peti) lalu diikat dengan benang seribu depa. Tadinya adalah Ilham yang menyuruh agar mayat Cilinaye yang tersimpan di dalam peti dihanyutkan ke laut. Tersebutlah Raden Panji memegang talinya seraya mengikuti arah peti yang terhanyut dengan sendirinya.
Sepeningal Putri Cilinaye yang telah dihanyutkan dalam peti (table) Raden Panji memutuskan untuk tidak kembali ke istana dan membangun gubuk di tengah hutan. Secara bergantian mereka mencari buah atau daun yang dapat dimakan oleh Raden Panji.
Raden Panji yang sangat mencintai isterinya itu tetap menunggu di tepi pantai bersama anak dan lima orang pengiringnya yaitu Raden Wirun, Jurudeh, Semar, Togog, Andega, dan Kalang.
Pada suatu hari Raden Mas Panji meminta pendapat kepada pengawalnya untuk memberikan nama bagi anaknya. Kemudian Raden Wirun berpendapat “Menurut hamba, jika Raden berkenan hamba memberikan nama berdasarkan tingkahlakunya yang telah lalu, yang suka duduk di atas dangau (lanyon) sambil memainkan buah bile (maja), maka hamba mengusulkan namanya Panji Bile. Kemudian Tures Semar berkata “ Kalau hamba mengusulkan nama berdasarkan pengalaman hidupnya yang sengsara, dimana masih membutuhkan tali kasih ibunya, sudah harus putus (pegat) karena mati dibunuh orang. Oleh karena itu kalau tuanku berkenan hamba mengusulkan nama Raden Megatsih yang berarti megat (putus) Tali Kasih. Raden Panji Anom akhirnya menyetujui nama yang diusulkan oleh Turas Semar.
            Akhirnya cerita berakhir dengan pertemuan Cilinaye dan Raden Panji dengan perantara sang anak.
            Demikianlah cerita panjian ini dimana tokoh utama terlebih dahulu secara berkali-kali menemui kerumitan dan atau cobaan, namun kebahagiaan jua yang ditemui pada akhirnya.
================================================

0 comments:

Post a Comment

| Guru Madrasah Blog © 2013. All Rights Reserved | Template Style by My Blogger Tricks .com | Edited by Abdul Hanan | Back To Top |