Kisah Teladan Keluarga Nabi Ibrahim AS
KHUTBAH PERTAMA:
اللهُ
اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Di pagi hari yang
penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru
saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada
Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai
pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan
bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati,
menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha
Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena
itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada
hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang
Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat
menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Sebab apapun kebesaran yang kita
sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapapun perkasanya kita, masih lemah
dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita,
kita tidak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul
adha dikenal dengan sebutan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin sedang
menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian
serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan
persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai
persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara
mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang
Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ
لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
Disamping Idul Adha
dinamakan hari raya haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena merupakan hari
raya yang menekankan pada arti berkorban. Qurban itu sendiri artinya dekat,
sehingga Qurban ialah menyembelih hewan ternak untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT, diberikan kepada fuqoro’ wal masaakiin.
Masalah pengorbanan,
dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang menimpa
Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika Nabi
Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama
Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu
lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian
sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu,
apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan
putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di
sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik
Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas
dan penuh tawakkal.
Seperti yang
diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga
tidak bisa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil
lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba
Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi
Ismail memperoleh sumber kehidupan.
Lembah yang dulunya
gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah. Datanglah manusia
dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat Siti Hajar dan Nabi
Ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru, dan makmurlah
tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal dengan kota
mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat
kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Kota mekkah yang
aman dan makmur dilukiskan oleh Allah dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ
الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم
بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo’a: “Ya
Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah
rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada
Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Dari ayat tersebut,
kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini
memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia,
memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.
Hal itu membuktikan
tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta keamanan
hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu
menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran
tidak hanya dinikmati oleh orang Islam saja. Orang-orang yang tidak beragama
Islam pun ikut menikmati.
Allah SWT berfirman:
قَالَ وَمَن كَفَرَ
فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ
Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun,
aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka.
Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul Adha yang kita
peringati saat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari cara memotong kurban
binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling berat yang menimpa
Nabiyullah Ibrahim. Disebabkan kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi
berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah
kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).
Setelah titel
Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa
Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan
kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku
Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”
Kemudian Allah SWT
mengizinkan para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim.
Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya
kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul
Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba,
300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim
mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah
tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang
“milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah,
tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan
semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku, niscaya
akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam
tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim itulah
yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman dan Taqwa
Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala
itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini,
supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh
sangat mengerikan! Peristiwa itu dinyatakan dalam Al-Qur’an Surah As-Shoffat :
102 :
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا
أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa
pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS As-shaffat: 102).
Ketika
keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang
ayah, sang ibu dan sang anak silih berganti.
Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk
rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Bahkan siti hajarpun
mengatakan, : ”jika memang benar perintah Allah, akupun siap untuk di
sembelih sebagai gantinya ismail.” Mereka
melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi dan Iblispun lari
tunggang langgang. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji
yakni melempar jumrah; jumrotul ula, wustho, dan aqobah yang dilaksanakan di
mina.
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah
Setelah
sampai disuatu tempat, dalam keadaan tenang Ismail berkata kepada ayahnya : ”ayah,
ku harap kaki dan tanganku diikat, supaya aku tidak dapat bergerak leluasa,
sehingga menyusahkan ayah. Hadapkan mukaku ke tanah, supaya tidak melihatnya,
sebab kalau ayah melihat nanti akan merasa kasihan. Lepaskan bajuku, agar tidak
terkena darah yang nantinya menimbulkan kenangan yang menyedihkan. Asahlah tajam-tajam pisau ayah, agar
penyembelihan berjalan singkat, sebab sakaratul maut dahsyat sekali. Berikan
bajuku kepada ibu untuk kenang-kenangan serta sampaikan salamku kepadanya
supaya dia tetap sabar, saya dilindungi Allah SWT, jangan cerita bagaimana ayah
mengikat tanganku. Jangan izinkan
anak-anak sebayaku datang kerumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali,
dan apabila ayah melihat anak-anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk
diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”
Nabi
Ibrohim menjawab ”baiklah anakku, Allah swt akan menolongmu”. Setelah
ismail, putra tercinta ditelentangkan diatas sebuah batu, dan pisaupun
diletakkan diatas lehernya, Ibrohim pun menyembelih dengan menekan pisau itu
kuat-kuat, namun tidak mempan, bahkan tergorespun tidak.
Pada
saat itu, Allah swt membuka dinding yang menghalangi pandangan malaikat di
langit dan dibumi, mereka tunduk dan sujud kepada Allah SWT, takjub menyaksikan
keduanya. ”lihatlah hambaku itu, rela dan senang hati menyembelih anaknya
sendiri dengan pisau, karena semata-mata untuk memperoleh kerelaanku.
Sementara
itu, Ismail pun berkata : ”ayah.. bukalah ikatan kaki dan tanganku, agar Allah
SWT tidak melihatku dalam keadaan terpaksa, dan letakkan pisau itu dileherku,
supaya malaikat menyaksikan putra kholilullah Ibrohim taat dan patuh kepada
perintah-Nya.”
Ibrohim
mengabulkannya. Lantas membuka ikatan dan menekan pisau itu ke lehernya
kuat-kuat, namun lehernya tidak apa-apa, bahkan bila ditekan, pisau itu
berbalik, yang tajam berada di bagian atas. Ibrohim mencoba memotongkan pisau
itu ke sebuah batu, ternyata batu yang keras itu terbelah. ”hai pisau,
engkau sanggup membelah batu, tapi kenapa tidak sanggup memotong leher”
kata ibrahim. Dengan izin Allah SWT, pisau itu menjawab, ”anda katakan
potonglah, tapi Allah mengatakan jangan potong, mana mungkin aku memenuhi
perintahmu wahai ibrahim, jika akibatnya akan durhaka kepada Allah SWT”
Dalam
pada itu Allah SWT memerintahkan jibril untuk mengambil seekor kibasy dari
surga sebagai gantinya. Dan Allah swt berseru dengan firmannya, menyuruh
menghentikan perbuatannya, tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya.
Allah telah meridloi ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan
keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing
sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat
107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ
عَظِيمٍ
“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan
yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ
فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik)
dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ
“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi
Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي
الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik.”
Menyaksikan tragedi
penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu,
Malaikat Jibril menyaksikan ketaatan keduanya, setelah kembali dari syurga
dengan membawa seekor kibasy, kagumlah ia seraya terlontar darinya suatu
ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim
menyambutnya “Laailaha illahu Allahu
Akbar.” Yang kemudian di sambung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar
Walillahil Hamdu.’
Hadirin Jama’ah Idul
Adha yang dimuliakan Allah
Inilah sejarah
pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari
ini. Allah Maha pengasih dan Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah
anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya. Sebab
Allah tahu, kita tidak akan mampu menjalaninya, jangankan memotong anak kita,
memotong sebagian harta kita untuk menyembelih hewan qurban, kita masih terlalu
banyak berfikir. memotong 2,5 % harta kita untuk zakat, kita masih belum
menunaikannya. Memotong sedikit waktu kita untuk sholat lima waktu, kita masih
keberatan. Menunda sebentar waktu makan kita untuk berpuasa, kita tak mampu
melaksanakannya, dan sebagainya. Begitu banyak dosa dan pelanggaran yang kita
kerjakan, yang membuat kita jauh dari Rahmat
Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Idul
Adha yang dimuliakan Allah
Hikmah
yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha ini adalah, bahwa hakikat
manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang
menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak
manusia akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.
Di
samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut
adalah:
Pertama,
Hendaknya kita sebagai orang tua, mempunyai upaya yang kuat
membentuk anak yang sholih, menciptakan pribadi anak yang agamis, anak yang
berbakti kepada orang tua, lebih-lebih berbakti terhadap Allah dan Rosul-Nya.
Kedua,
perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh
Allah SWT, harus dilaksanakan. Harus disambut dengan tekad sami’na wa
‘atha’na. Karena sesungguhnya, ketentuan-ketentuan Allah SWT pastilah
manfaatnya kembali kepada kita sendiri.
Hadirin
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
I’tibar
ketiga, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu
manusia, agar membangkang dari ketentuan Allah SWT. Syaitan senantiasa terus
berusaha menyeret manusia kepada kehancuran dan kegelapan. Maka janganlah
mengikuti bujuk rayu syaithon, karena sesungguhnya syaithon adalah musuh yang
nyata.
Keempat,
jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak), artinya
dengan matinya hayawan ternak, kita buang kecongkaan dan kesombongan kita, hawa
nafsu hayawaniyah harus dikendalikan, jangan dibiarkan tumbuh subur dalam hati
kita.
Hadirin Jama’ah Idul
Adha yang dimuliakan Allah,
Tepatlah apabila
perayaan Idul Adha digunakan menggugah hati kita untuk berkorban bagi negeri
kita tercinta, yang tidak pernah luput dirundung kesusahan. Sebab pengorbanan
Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat manusia itulah yang
membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti
besar. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat
umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak
ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter,
sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti
Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Akhirnya
dalam kondisi seperti ini kita banyak berharap, berusaha dan berdoa, mudah-mudahan kita semua, para pemimpin kita,
elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan
kelompok, tapi berjuang untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, bangsa dan
negara. Kendatipun perjuangan itu tidaklah mudah, memerlukan pengorbanan yang
besar. Hanya orang-orang bertaqwa lah yang sanggup melaksanakan perjuangan dan
pengorbanan ini dengan sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan perayaan
Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk terus bersemangat, rela
berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ
الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA :
اللهُ
اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ
(4×) اللهُ
اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ
اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ
اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ
اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى
اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ
اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ
مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ
وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا
اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ
اَكْبَرْ
sumber:http://kemenagkarimun.blogspot.com/2013/10/naskah-khutbah-idul-adha-1434-h-kisah.html
0 comments:
Post a Comment