Sya’ban diambil dari kata Sya’bun (Arab: شعب), yang artinya kelompok atau golongan. Dinamakan Sya’ban, karena pada bulan ini, masyarakat jahiliyah berpencar mencari air.
Ada juga yang mengatakan, mereka berpencar menjadi beberapa kelompok untuk melakukan peperangan. (Lisanul Arab, kata: شعب).
Al-Munawi mengatakan, “Bulan Rajab menurut masyarakat jahiliyah adalah
bulan mulia, sehingga mereka tidak melakukan peperangan. Ketika masuk
bulan Sya’ban, bereka berpencar ke berbagai peperangan.” (At-Tauqif
a’laa Muhimmatit Ta’arif, Hal. 431)
Hadis Shahih Seputar Sya’ban
1. Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” يَصُومُ حَتَّى
نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ
صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا
مِنْهُ فِي شَعْبَانَ “
“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa beberapa hari
sampai kami katakan: Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang
beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan
puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak
melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya’ban. (HR.
Al Bukhari dan Muslim)
2. Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,
لَمْ
يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا
أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan
Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR.
Al Bukhari dan Muslim)
3. A’isyah mengatakan,
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ
“Saya pernah memiliki hutang puasa
Ramadhan. Dan saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan Sya’ban.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim)
Yahya (perawi hadis); mengatakan, “Karena sibuk melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”
Yahya (perawi hadis); mengatakan, “Karena sibuk melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”
4. Dari Abdullah bin Abi Qois, beliau mendengar A’isyah radhiallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ
شَعْبَانَ مَا لَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ، ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ
رَمَضَانَ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ عَدَّ ثَلَاثِينَ يَوْمًا ثُمَّ صَامَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat perhatian dengan bulan tidak sebagaimana bulan yang
lainnya. Kemudian beliau lanjutkan dengan puasa setelah terlihat hilal
Ramadhan. Jika hilal tidak kelihatan maka beliau genapkan Sya’ban 30
hari, kemudian puasa.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ad-Daruquthni dan sanadnya
dishahihkan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth).
5. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ، فَلَا تَصُومُوا
“Jika sudah masuk pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa.” (HR. Abu Daud, At Turmudzi, Ibn Majah, dan dishahihkan Al Albani)
6. Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengatakan,
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلَّا شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ
“Saya belum pernah melihat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut selain
di bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, At Turmudzi
dan dishahihkan Al Albani)
7. Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengatakan,
عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ
مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلَّا شَعْبَانَ، وَيَصِلُ بِهِ
رَمَضَانَ
“Bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam
belum pernah puasa satu bulan penuh selain Sya’ban, kemudian beliau
sambung dengan ramadhan.” (H.R. An Nasa’i dan disahihkan Al Albani)
8. Dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya:
ذَلِكَ
شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ
شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ
أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Wahai Rasulullah, saya belum pernah
melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di
bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ini adalah
bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan
Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta
alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi
berpuasa’.” (H.R. An Nasa’i, Ahmad, dansanad-nya di-hasan-kan Syaikh Al
Albani)
9. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
تُقَدِّمُوا صَوْمَ رَمَضَانَ بِيَوْمٍ، وَلَا يَوْمَيْنِ، إِلَّا أَنْ
يَكُونَ صَوْمٌ يَصُومُهُ رَجُلٌ، فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الصَّوْمَ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan
dengan berpuasa sehari atau dua hari. Kecuali orang yang sudah terbiasa
puasa sunnah, maka silahkan dia melaksanakannya.” (HR. Al Bukhari dan
Muslim)
10. Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam
pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang
musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah, At Thabrani, dan
disahihkan Al Albani)
Hadis Dhaif Seputar Sya’ban
Hadis-hadis sahih di atas merupakan dalil keutamaan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, melebihi puasa di bulan lainnya.
Hikmah Bulan Sya'ban
Ulama berselisih pendapat tentang hikmah
dianjurkannya memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, mengingat adanya
banyak riwayat tentang puasa ini.
Pendapat yang paling kuat adalah keterangan yang sesuai dengan hadis dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya: “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Pendapat yang paling kuat adalah keterangan yang sesuai dengan hadis dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya: “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ذَلِكَ
شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ
شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ
أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Ini adalah bulan yang sering dilalaikan
banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana
amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal
saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR. An Nasa’i, Ahmad, dan
sanadnya dihasankan Syaikh Al Albani)
Kedua, memperbanyak ibadah di malam nishfu Sya’ban
Ulama berselisish pendapat tentang
status keutamaan malam nishfu Sya’ban. Setidaknya ada dua pendapat yang
saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut keterangannya:
Pendapat pertama, tidak
ada keuatamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Statusnya sama dengan
malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang
menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al Hafidz
Abu Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul Khithab bin Dihyah –dalam
kitabnya tentang bulan Sya’ban– mengatakan, “Para ulama ahli hadis dan
kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satupun hadis shahih yang
menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban’.” (Al Ba’its ‘ala Inkaril
Bida’, Hal. 33).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga
mengingkari adanya keutamaan bulan Sya’ban dan nishfu Sya’ban. Beliau
mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan malam
nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang
menyebutkan keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, semuanya statusnya
palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At Tahdzir
min Al Bida’, Hal. 11)
Pendapat kedua,
terdapat keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Pendapat ini
berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu,
dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah
melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua
makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibn
Majah, At Thabrani, dan dishahihkan Al Albani).
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang
utama, Syaikhul Islam mengatakan, “…pendapat yang dipegangi mayoritas
ulama dan kebanyakan ulama dalam Madzhab Hambali adalah meyakini adanya
keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad.
Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan
oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi’in…” (Majmu’ Fatawa,
23:123)
Ibn Rajab mengatakan, “Terkait malam
nishfu Sya’ban, dulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin
Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya, mereka
memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu…”
(Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).
0 comments:
Post a Comment