Akhir-akhir ini kita memperhatikan
banyak orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan dan perkembangan anaknya. Mereka
tak peduli dengan apa yang dilakukan anak-anaknya. Mereka membiarkan anak-anaknya
bergaul dengan pergaulan bebas, mereka tidak peduli apakah anak mereka mau
sekolah atau tidak, mereka tidak peduli kemana mereka mau berjalan di siang
hari bahkan di malam hari, mereka tidak peduli bagaimana anak-anaknya berpakaian
dan sebagainya. Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ
مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يَهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap bayi dilahirkan dalam
keadaan fitrah (suci), lalu kedua orang tuanya menjadikannya sebagai seorang
Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Di sinilah kita harus memahami
secara benar, betapa besar peranan orang tua terhadap anak. Orang tua memiliki
tanggung jawab membentuk keimanan dan karakter anak. Dari orang tua itulah akan
terwujud kepribadian seorang anak.
Kaum muslimin yang berbahagia.
ketika anak menginjak usia tujuh
tahun, hendaklah kedua orang tua mengajarkan dan memerintahkan anak-anaknya
untuk melakukan shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ
سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا
بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anak kalian
untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka
bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka
di tempat tidurnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Perintah mengerjakan shalat berarti
juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan shalat. Misalnya, tata cara shalat,
tata cara wudhu, dan hukum shalat berjamaah di masjid bagi anak laki-laki,
hasilnya pun anak-anak akan mengenal dan dekat dengan sesama kaum muslimin.
Adapun pukulan pada anak, Islam
memperbolehkan para orang tua untuk memukul jika anaknya enggan melaksanakan
shalat. Tetapi yang harus diperhatikan, pukulan tersebut adalah pukulan dalam
batasan-batasan mendidik, bukan pukulan yang membahayakan lagi emosinal, bukan
juga pukulan permainan sehingga tidak menimbulkan efek jera pada anak.
Namun kita lihat pada masa ini,
pukulan sebagai salah satu metode mendidik, banyak ditinggalkan orang tua.
Dalih yang disampaikan, karena rasa sayang kepada anak. Padahal rasa sayang
yang sebenernya adalah diwujudkan dengan pendidikan. Dan salah satu metode
pendidikan adalah dengan memukul sesuai dengan kadar dan ketentuannya saat anak
melakukan pelanggaran syariat yang layak diberi hukuman dengan pukulan.
Rasulullah juga memerintah para
orang tua supaya memisahkan tempat tidur anak-anak yang telah memasuki usia
sepuluh tahun. Maksud pemisahan ini, menjaga norma-norma hubungan antara
saudara laki-laki dan perempuan karena dalam hal tertentu ada
kebiasaan-kebiasaan alamiah dan tingkah laku perempuan yang dia enggan apabila
dilihat oleh laki-laki, demikian juga sebaliknya.
Oleh karena itu, dalam Islam, orang
tua bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka saat mereka tidur, apalagi saat
mereka terjaga, mereka keluar rumah, bergaul dengan lingkungannya. Orang tua
harus memperhatikan anaknya, menjauhkannya dari pergaulan buruk dan tidak
benar. Pendidikan tidak hanya terjadi pada saat mereka berada di rumah, namun
juga ada perhatian lainnya yang bisa diberikan orang tua tatkala anak-anaknya
berada di luar rumah. Hendaknya orang tua mengetahui kemana dan dengan siapa
anak-anaknya bergaul. Orang tua adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
كُلُّكُمْ
رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah orang yang
memiliki tanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat
Jumat rahimakumullah
Kebaikan anak menjadi penyebab
kebaikan khususnya bagi orang tua dan keluarganya, dan secara umum untuk kaum
muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berabda,
إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ
ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia,
terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, keberhasilan
pendidikan seorang anak dengan kebaikan dan ketaatannya, memiliki manfaat dan
pengaruh yang besar bagi para orang tua, baik ketika masih hidup maupun sudah
meninggal dunia. Ketika orang tua masih hidup, sang anak akan menjadi hiburan,
kebahagiaan dan penyejuk hati. Dan ketika orang tua sudah meninggal dunia, maka
anak-anak yang shalih senantiasa akan mendoakan, beristighfar dan bershadaqah
untuk orang tua mereka.
Sebaliknya, betapa malang orang tua
yang anaknya tidak shalih dan durhaka. Anak yang durhaka tidak bisa memberi
manfaat kepada orang tuanya, baik ketika masih hidup maupun saat sudah
meninggal. Orang tua tidak akan bisa memetik buahnya, kecuali hanya kerugian
dan keburukan. Keadaan seperti ini bisa terjadi jika para orang tua yang tidak
memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
Akhirnya, marilah kita menjaga
fitrah anak-anak kita. Yaitu fitrah di atas kebenaran dan kebaikan. Karena yang
kita lakukan atas diri anak, akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
أَقُوْلُ
قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ
وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ